Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah ditutup menguat ke posisi Rp16.829 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Jumat (25/4/2025).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup pada perdagangan dengan naik 0,25% atau 43 poin ke posisi Rp16.829 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terlihat menguat 0,27% ke posisi 99,430.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Peso Filipina menguat 0,55%, yuan China menguat 0,05%, dan dolar Taiwan menguat sebesar 0,02%,
Sementara itu, mata uang lainnya yakni baht Thailand melemah 0,34%, won Korea melemah 0,28%, dolar Singapura melemah 0,17%, yen Jepang melemah 0,50%, rupee India melemah 0,17%, ringgit Malaysia melemah 0,06%, dan dolar Hong Kong stagnan.
Pengamat Forex Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa pada perdagangan sore ini, Jumat (25/4/2025) mata uang rupiah ditutup menguat 43 poin ke level Rp16.829 setelah sebelumnya menguat 75 poin ke level Rp16.872 per dolar AS.
Kemudian untuk perdagangan pekan depan, Senin (28/4/2025), dia memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp16.780-Rp16.830.
Baca Juga
Ibrahim mengatakan bahwa Bank Indonesia (BI) memberikan sinyal untuk menurunkan suku bunga acuan ke depan, dengan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar rupiah, prospek inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Saat ini suku bunga acuan berada pada level 5,75%.
Dia mengatakan bahwa saat ini BI terus memperkuat strategi stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental, terutama melalui intervensi transaksi non-deliverable forward di pasar luar negeri, off shore NDF, serta transaksi spot dan domestik NDF di pasar domestik, guna memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dari tingginya tekanan global.
Menurutnya, respons dari kebijakan tersebut, memberikan hasil positif yang tercermin dari perkembangan rupiah, yang terkendali stabil dan bahkan cenderung menguat. BI optimistis bahwa stabilitas eksternal ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi gejolak global, terutama pasca kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).
"Ada tiga indikator yang mendasari optimisme BI terhadap ketahanan eksternal ekonomi Indonesia," katanya dalam riset, Jumat (25/4/2025).
Dia menjelaskan, pertama, defisit transaksi berjalan yang diperkirakan 0,5-1,3% dari PDB (Produk Domestik Bruto) tergolong rendah. Kedua, BI optimistis defisit transaksi berjalan secara keseluruhan dapat dipenuhi dari surplus transaksi modal dan finansial, baik dari portofolio inflow, penanaman modal asing, maupun sumber-sumber aliran dana asing.
Lalu, ketiga, berdasarkan asesmen yang telah dilakukan BI, stabilitas eksternal ekonomi Indonesia dinilai cukup kuat karena jumlah cadangan devisa yang juga tinggi.
"Sampai akhir Maret 2025, tercatat cadangan devisa Indonesia sebesar US$157,1 miliar atau setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor ditambah pembayaran utang luar negeri pemerintah dan jauh di atas standar kecukupan internasional atau setara 3 bulan impor," tambahnya.