Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cuan Deretan Emiten Pelayaran SMDR, TMAS Cs Kompak Jeblok pada 2024, Apa Penyebabnya?

Sederet emiten pelayaran seperti PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR) dan PT Temas Tbk (TMAS) mencatatkan kinerja laba yang jeblok pada 2024
Jajaran direksi  PT Temas Tbk. (TMAS) menyampaikan keterangan pers usai menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan untuk Tahun Buku 2024 di Jakarta, Senin (24/3/2025). Nyoman Ary Wahyudi
Jajaran direksi PT Temas Tbk. (TMAS) menyampaikan keterangan pers usai menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan untuk Tahun Buku 2024 di Jakarta, Senin (24/3/2025). Nyoman Ary Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA — Sederet emiten pelayaran seperti PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR) dan PT Temas Tbk (TMAS) mencatatkan kinerja laba yang jeblok pada 2024. Terdapat sejumlah faktor pendorong lesunya laba emiten pelayaran itu.

Berdasarkan laporan keuangan, laba SMDR misalnya turun 32,02% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$50,7 juta pada 2024, dibandingkan laba bersih tahun sebelumnya US$74,58 juta.

Lalu, TMAS mencatatkan penurunan laba 13,95% yoy menjadi Rp673,36 miliar pada 2024, dibandingkan laba Rp782,61 miliar pada 2023.

Emiten pelayaran lainnya juga mencatatkan kinerja laba yang susut. Laba PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk (NELY) susut 5,17% yoy menjadi Rp240,75 miliar pada 2024, dibandingkan laba 2023 sebesar Rp228,9 miliar. 

Kemudian, PT Habco Trans Maritima Tbk (HATM) mencatatkan penurunan laba 28,58% yoy menjadi Rp141,53 miliar pada 2024, dibandingkan Rp198,17 miliar pada 2023.

Selain itu, PT Hasnur Internasional Shipping Tbk. (HAIS) mencatatkan penurunan laba 23,14 yoy menjadi Rp120,96 miliar pada 2024, dibandingkan laba 2023 sebesar Rp157,4 miliar.

Penyusutan laba emiten pelayaran didorong oleh sejumlah faktor. Direktur Utama Temas Ricky Effendi mengatakan lesunya laba didorong oleh kenaikan harga bahan bakar.

"Bahan bakar menjadi salah satu komponen terbesar dalam penentuan cost of service yaitu sebesar 30-40%. Sehingga kenaikan harga bahan bakar sebesar 10% pada 2024 berimbas pada penurunan laba perseroan," katanya dalam keterangan tertulis pada beberapa waktu lalu. 

Sebelumnya, Direktur Utama Samudera Indonesia Bani M. Mulia juga menjelaskan bahwa emiten pelayaran seperti SMDR menghadapi berbagai tantangan pada tahun ini, di antaranya tingkat biaya pengapalan yang lebih rendah dibandingkan dengan 2023 dan 2022.  

“Memang downtrend freight rate yang sudah terjadi dampaknya masih terlihat dan terasa,” ujarnya pada beberapa waktu lalu.

Ke depannya, terdapat pula tantangan yang dihadapi. Kondisi geopolitik dunia yang masih diganggu dengan peperangan di beberapa negara menciptakan kemacetan-kemacetan.

"Masalahnya berubah, kemacetannya berubah karena ada pengalihan rute, karena ada krisis di Laut Merah, sehingga kapal-kapal itu harus menghindari risiko," ujarnya. 

Namun, kondisi tersebut menurutnya melahirkan peluang bisnis dan optimisme bagi perseroan. "Sebenarnya jadi good problem karena menangani kemacetan volume, berarti volumenya oke. Yang akan malah mengkhawatirkan kalau tidak ada volume, kosong," kata Bani.

Peluang pertumbuhan bisnis pada 2025 pun menurutnya terbuka bagi SMDR. "Jadi proyeksinya positif, sangat lebih baik daripada yang kita harapkan dan kami optimistis akan menjadi lebih baik lagi ke depan," tutur Bani.

Direktur Keuangan Hasnur Internasional Shipping Rickie juga menjelaskan pada tahun ini perseroan menghadapi dinamika pasar yang penuh tantangan. Meski begitu, HAIS sendiri optimistis profitabilitas perseroan bisa tumbuh.

“Kami tetap optimis terhadap prospek bisnis ke depan dengan strategi yang berfokus pada ekspansi terukur, diversifikasi layanan, serta peningkatan efisiensi operasional," ujar Rickie.

Sementara itu, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan rata-rata emiten pelayaran memang mengalami penurunan performa pada 2024. Sebagian emiten mengalami penurunan kinerja top line, sebagian lagi kurang mampu menerapkan efisiensi bisnis.

"Hal ini karena demand relatif tertekan dipengaruhi oleh suku bunga yang tinggi," ujar Nafan kepada Bisnis.

Adapun, rupiah pun mengalami tren depresiasi pada tahun ini.

Secara global pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 pun mengecewakan.

"Permintaan pelayaran pun menurun atau stagnan," tuturnya.

Kinerja keuangan emiten pelayaran seperti SMDR dan TMAS juga terjadi seiring dengan lesunya industri manufaktur Indonesia yang membuat permintaan pengiriman barang menjadi berkurang.

"Prospek ke depan pun masih belum menjanjikan. Kecuali emiten pelayaran bisa meningkatkan efisiensi bisnis, maka bisa memberikan katalis positif bagi bottom line emiten pelayaran," ujar Nafan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper