Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga pengelola aset investasi jangka panjang seperti dana pensiun (dapen) memiliki peluang mendongkrak kinerja pasar saham yang saat ini sedang lesu. Namun, nilai alokasi dari lembaga pengelola aset investasi jangka panjang terhadap saham tercatat mengalami penyusutan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana pensiun baik swasta maupun pengelola jaminan sosial serta lembaga khusus memiliki dana kelolaan yang cukup signifikan mencapai Rp1.516 triliun per Januari 2025. Nilai total investasi dan asetnya pun masih bertumbuh.
Per Januari 2025, dana pensiun pemberi kerja (DPPK), baik yang menjalankan program pensiun manfaat pasti (PPMP) maupun iuran pasti (PPIP), tercatat memiliki total aset masing-masing senilai Rp187,48 triliun dan Rp48,82 triliun. Sementara, dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) memiliki total aset senilai Rp146,81 triliun.
Akan tetapi, alokasi investasi dana penisun di pasar saham tercatat menyusut. Penempatan investasi DPPK PPMP dan PPIP pada saham masing-masing turun 12,89% dan 13,27% secara tahunan (year on year/yoy). Sementara, penempatan investasi DPLK pada saham anjlok 8,84% yoy.
Lembaga pengelola aset investasi jangka panjang lainnya seperti asuransi pun memiliki aset jumbo. Total aset asuransi sosial mencapai Rp911,81 triliun dengan nilai total investasi mencapai Rp838,40 triliun. Namun, nilai total investasi asuransi sosial ke instrumen saham mencapai Rp58,02 triliun atau turun sekitar 11% yoy.
Adapun, total aset pengelola dana pensiun ASN dan TNI masing-masing mencapai Rp157,51 triliun dengan total investasi Rp121,83 triliun. Sayangnya, jumlah portofolio investasinya di saham menyusut 7,59% yoy.
Baca Juga
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan memang dalam beberapa waktu terakhir terdapat rotasi aset dapen domestik dari saham ke obligasi khususnya ke surat berharga negara (SBN).
Ada banyak alasan rotasi aset, misalnya karena performa historis saham yang underperform, dibandingkan SBN yang sedang bergeliat.
Fluktuasi IHSG yang sangat tinggi pasca terpilihnya Presiden AS Donald Trump pada akhir tahun lalu juga memicu ketidakpastian perdagangan global. Akhir-akhir ini ketidakpastian juga meliputi domestik seiring dengan keraguan atas Danantara hingga defisit APBN.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup melemah sebesar 1,94% atau 123,49 poin menuju posisi 6.258,17 pada perdagangan hari ini, Jumat (21/2/2025). IHSG pun jeblok, turun 11,61% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025.
IHSG juga sempat terjun hingga amblas 7% pada perdagangan intraday Selasa (18/3/2025) dan membuat BEI melakukan trading halt.
Dana asing pun lari dari pasar saham Indonesia. Tercatat, nilai jual bersih atau net sell asing sebesar Rp499,34 miliar di pasar saham pada perdagangan kemarin, Kamis (20/3/2025). Alhasil, net sell asing di pasar saham Indonesia sepanjang 2025 menjadi lebih dalam, yakni Rp30,82 triliun.
"Jadi, menurut saya para fund mencoba untuk meracik portofolionya untuk lebih imun dari volatilitas baik dari domestik dan global," kata Felix kepada Bisnis pada Jumat (21/3/2025).
Akan tetapi, menurutnya terdapat potensi kehadiran kembali dana dari lembaga pengelola aset investasi jangka panjang seperti dapen di tengah kinerja pasar saham yang lesu. Namun, tergantung risk appetite dari masing-masing lembaga seperti dapen.
"Kalau [dapen] yang agresif berarti porsi di ekuitas dominan. Nah, jika beberapa saham yang masuk ke dalam universe mereka secara valuasi sudah atraktif, bisa menjadi peluang bagi dapen," ujar Felix.
Adapun, menurutnya memang lembaga pengelola aset investasi jangka panjang akan menilai dari risiko di saham, terutama lembaga pelat merah. Namun, dalam meminmalisir risiko bisa dimulai dari rendahnya cost basis untuk saham-saham terkait, sembari mencari yield dari dividen.