Bisnis.com, JAKARTA – Tekanan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama 24–28 Februari 2025, yang dipicu oleh penurunan emiten big caps, dinilai menjadi alasan perlunya diversifikasi skala perusahaan guna mengimbangi risiko volatilitas.
Selama periode tersebut, indeks komposit mengalami pelemahan sebesar 7,83%. Adapun hingga akhir pekan lalu, net sell asing mencapai Rp21,89 triliun secara year to date (YtD) dan menyasar saham-saham berkapitalisasi jumbo.
Analis Strategi Institute, Fauzan Luthsa, menilai dominasi emiten jumbo telah menciptakan ketergantungan, sehingga diperlukan diversifikasi skala emiten untuk mengurangi risiko volatilitas dan ketergantungan terhadap investor asing.
“Kita perlu memperbanyak emiten kelas menengah di pasar. Ketergantungan terhadap emiten besar tidak hanya membatasi pilihan investasi, tetapi juga meningkatkan risiko sistemik ketika terjadi koreksi pada saham-saham berkapitalisasi besar,” ujar Fauzan saat dihubungi Senin (3/3/2025).
Dia menjelaskan bahwa dengan bobot yang besar, koreksi pada emiten jumbo dapat berdampak signifikan terhadap IHSG. Selain itu, dengan porsi kepemilikan asing yang mencapai 40%, aksi jual investor luar negeri dapat memperburuk volatilitas pasar.
Fauzan turut menyoroti komposisi pipeline penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) yang masih didominasi oleh perusahaan besar. Dari 24 calon emiten yang akan melantai di bursa, sebanyak 23 di antaranya memiliki aset di atas Rp250 miliar atau menunjukkan minimnya representasi perusahaan menengah.
Baca Juga
Menurutnya, penambahan emiten kelas menengah tidak hanya memperkaya jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), tetapi juga menciptakan ekosistem pasar yang lebih sehat dan dinamis.
“Perusahaan menengah umumnya masih dalam fase ekspansi dengan potensi pertumbuhan lebih tinggi. Kehadirannya akan meningkatkan inovasi dan memberikan alternatif investasi yang lebih tersebar,” jelasnya.
Dengan bobot yang lebih ringan, emiten kelas menengah juga dapat berfungsi sebagai penyeimbang dalam indeks komposit. Untuk itu, diversifikasi akan membantu meredam dampak negatif dari fluktuasi saham emiten jumbo.
Fauzan menyarankan supaya BEI mendorong lebih banyak IPO dari perusahaan menengah untuk menyebarkan risiko investasi secara lebih merata. Langkah tersebut dinilai dapat mengurangi fluktuasi pasar yang dipicu oleh aksi jual investor asing, serta meningkatkan daya saing pasar modal domestik.
“Pasar modal harus kembali ke fungsinya sebagai motor pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan memperbanyak perusahaan menengah yang melantai di bursa, kita dapat menciptakan pasar yang lebih stabil dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama BEI Iman Rachman mengakui tekanan IHSG tidak hanya berasal dari faktor domestik, tetapi juga faktor global dan laporan keuangan emiten.
“Faktor global, domestik, dan korporasi turut berpengaruh. Perang tarif AS dan mitra dagangnya, ketidakpastian kebijakan Trump 2.0, serta arus investasi asing yang kembali ke AS menjadi faktor eksternal yang membebani indeks,” ujar Iman.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.