Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Biang Kerok IHSG Anjlok, Efek Danantara atau Laporan Morgan Stanley?

Penurunan peringkat saham MSCI Indonesia dari equal weight menjadi underweight oleh Morgan Stanley menjadi salah satu faktor yang membebani IHSG.
Pengunjung beraktivitas di main hall Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (8/1/2025)./JIBI/Bisnis/Abdurachman
Pengunjung beraktivitas di main hall Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (8/1/2025)./JIBI/Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Penurunan peringkat saham MSCI Indonesia dari equal weight menjadi underweight oleh Morgan Stanley menjadi salah satu faktor yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melorot pada pekan ini.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (25/2/2025), IHSG terkoreksi 2,41% atau 162,51 poin menuju 6.587,09 hingga akhir perdagangan. Hari ini, IHSG dibuka pada level 6.749,60 dan sempat bergerak ke posisi tertingginya 6.772,65.

Tercatat, sebanyak 135 saham menguat, 512 saham menurun, dan 308 saham stagnan. Sementara itu, kapitalisasi pasar alias market cap mencapai Rp11.400 triliun.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Adityo Nugroho menyatakan bahwa pergerakan IHSG saat ini lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal, di antaranya melemahnya bursa saham Amerika Serikat (AS) dan keputusan Morgan Stanley.

“IHSG lebih dipengaruhi oleh faktor lain, yakni melorotnya bursa AS pada perdagangan dua hari terakhir dan penurunan peringkat pasar saham Indonesia menjadi underweight oleh Morgan Stanley,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (25/2/2025).

Alih-alih dianggap jadi faktor pemberat IHSG, Adityo memandang kehadiran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) justru berpotensi memberikan dampak positif bagi perekonomian dalam jangka panjang.

Di samping itu, Danantara juga dapat memberikan katalis positif bagi kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selama tata kelola berjalan dengan integritas tinggi.

“Karena dengan berada dibawah Danantara, BUMN bisa lebih fokus dalam mengembangkan bisnisnya,” pungkas Adityo. 

Adapun, Morgan Stanley telah memangkas peringkat saham MSCI Indonesia dari equal weight menjadi underweight. Seiring hal itu, acuan dana investasi global tersebut justru menaikkan peringkat indeks MSCI (Morgan Stanley Capital International) China dari underweight ke equal weight.

“Tren return on equity kini lebih menguntungkan China, terutama karena upaya perbaikan sektor-sektor dengan bobot besar dalam indeks, sementara Indonesia menghadapi hambatan pertumbuhan,” tulis Equity Strategist Morgan Stanley Jonathan Garner dalam risetnya yang dirilis pada 19 Februari 2025.

Jonathan menargetkan Indeks Hang Seng untuk Desember 2025 berada di angka 24.000 atau naik 4% dari posisi saat ini, sementara target MSCI China menjadi 77 atau naik 4%. Target MSCI Emerging Markets kini menjadi 1.200 atau meningkat 5%.

Menurut Jonathan, revisi peringkat MSCI China didorong oleh sentimen positif investor terhadap sektor e-commerce dan internet. Morgan Stanley juga meningkatkan asumsi valuation multiple MSCI China menjadi 11,6 kali, sebelumnya 10,0 kali.

“Di sisi lain, ROE Indonesia menunjukkan momentum penurunan, terutama karena memburuknya lingkungan pertumbuhan bagi sektor cyclical domestik,” pungkasnya. 

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper