Bisnis.com, JAKARTA — Transaksi aset kripto di Indonesia telah tumbuh pesat pada 2024. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pada 2025 masih terdapat peluang peningkatan pesat transaksi aset kripto.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan nilai transaksi aset kripto di Indonesia mencapai Rp556,63 trilun sepanjang Januari-November 2024.
Mengacu data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), nilai tersebut meningkat 356,16% dibandingkan periode yang sama pada 2023.
Selain itu, pada 2024 jumlah pelanggan terdaftar mencapai 22,1 juta. Nilai tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah pelanggan sebesar 33,4% dibandingkan tahun sebelumnya.
Hasan menilai terdapat peluang peningkatan pesat transaksi aset kripto pada tahun ini. "Peluang utama dari pengembangan aset kripto adalah inovasi teknologi yang dapat mendorong efisiensi dan inklusi keuangan. Sementara, dengan pengawasan yang baik, aset kripto berpotensi memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional, khususnya di sektor keuangan digital," ujarnya dalam jawaban tertulis pada Rabu (5/2/2025).
Sejak bulan lalu, pengawasan aset kripto memang telah beralih ke OJK dari sebelumnya berada di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Peralihan tugas pengawasan tugas itu mengacu Undang Undang No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Meski begitu, menurut Hasan, OJK tidak bisa memberikan estimasi spesifik proyeksi pertumbuhan transaksi aset kripto, mengingat dinamika pasar aset kripto sangat tergantung pada faktor global, teknologi, dan preferensi publik.
"OJK memiliki fokus utama pada pembangunan ekosistem yang mendukung perkembangan industri secara berkelanjutan yang menerapkan prinsip tata kelola yang baik, dilaksanakan secara tertur, wajar, transparan, dan efisien, serta memperhatikan aspek perlindungan konsumen," ujar Hasan.
Di sisi lain, terdapat tantangan yang menghambat pertumbuhan transaksi aset kripto tahun ini. Pertama, aset kripto dianggap memiliki sifat desentralisasi dan global, sehingga pengawasannya perlu cermat terhadap beberapa risiko seperti volatilitas harga dan manipulasi pasar.
Kedua, aset kripto rentan terhadap ancaman berbasis siber seperti peretasan, pencucian uang, dan pembiayaan terorisme. Ketiga, terkait infastruktur pengawasan.