Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah dibuka melemah pada pembukaan perdagangan awal pekan, Senin (20/1/2025). Rupiah turun ke level Rp16.380 per dolar AS menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS.
Berdasarkan data Bloomberg, di pasar spot, rupiah melemah 0,02% ke level Rp16.380 per dolar AS pada pukul 09.00 WIB. Sementara itu, indeks dolar juga melemah 0,09% ke level 109,24 pagi ini.
Sementara itu, mata uang Asia lainnya dibuka bervariasi, dengan yen Jepang menguat 0,26%, dolar Hong Kong naik 0,02%, dolar Singapura menguat 0,21%, dolar Taiwan naik 0,26%, dan won Korea Selatan menguat 0,22%.
Kemudian peso Filipina menguat 0,16%, rupee India naik 0,07%, yuan China menguat 0,20%, ringgit Malaysia naik 0,10%, dan baht Thailand naik 0,19%.
Melansir Reuters, dolar berada mendekati level tertinggi dalam lebih dari dua tahun pada awal pekan yang krusial pada hari Senin, saat Donald Trump kembali ke Gedung Putih dengan pidato pelantikan yang menjadi perhatian utama bagi para investor yang berharap memahami kebijakan langsungnya.
Para investor juga memantau perkembangan di Timur Tengah setelah Hamas membebaskan tiga sandera Israel, dan Israel membebaskan 90 tahanan Palestina pada hari Minggu, hari pertama gencatan senjata yang menghentikan perang selama 15 bulan.
Baca Juga
Fokus utama pasar tertuju pada kebijakan yang akan diterapkan Trump pada hari pertamanya menjabat. Dalam sebuah rapat umum sehari sebelumnya, Trump menyatakan dirinya akan memberlakukan pembatasan ketat terhadap imigrasi.
Dia berjanji akan mencabut "setiap perintah eksekutif radikal dan bodoh dari pemerintahan Biden" dalam beberapa jam setelah resmi menjabat pada siang hari.
"Administrasi baru telah mengindikasikan bahwa mereka siap untuk mengambil tindakan segera, dan tidak ada alasan untuk meragukannya," kata Marc Chandler, kepala strategi pasar di Bannockburn Global Forex, New York.
"Dalam hal tarif, beberapa negara telah menyatakan bahwa mereka siap untuk melakukan pembalasan. Ada pembicaraan bahwa Trump 2.0 akan langsung bergerak cepat dengan sebanyak 100 perintah eksekutif yang direncanakan pada hari pertama," ucapnya.
Thierry Wizman, Global Foreign Exchange and Interest Rates Strategist Macquarie, mengatakan terkait tarif, para trader berada dalam mode wait and see dalam skenario terbaik, dan dalam skenario terburuk, mereka sebagian besar enggan memberikan keraguan terhadap penurunan inflasi di AS.
"Itu berarti bahwa setiap penyebutan ulang tentang tarif, kemungkinan akan mendorong dolar AS naik, serta imbal hasil [obligasi]," kata Wizman.
Data inflasi inti yang sedikit lebih dingin pekan lalu, komentar bernada dovish dari Gubernur Federal Reserve Christopher Waller, dan laporan bahwa tarif akan diberlakukan secara bertahap, telah membuat pedagang memprediksi kemungkinan dua kali pemotongan suku bunga tahun ini.