Bisnis.com, JAKARTA – PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) buka suara usai manajemen PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) menyebut bahwa Kereta Cepat Jakarta – Bandung Whoosh sebagai penyebab membengkaknya rugi perseroan pada 2023.
Berdasarkan penuturan manajemen WIKA kepada Bisnis, perseroan masih memiliki klaim Rp5 triliun atas pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung Whoosh. Saat ini, klaim tersebut sedang dibicarakan dengan KCIC.
Menanggapi hal itu, GM Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa mengatakan bahwa semua yang berkaitan dengan penagihan di KCIC harus melalui prosedur administrasi.
“Agar semuanya dapat dipertanggungjawabkan dengan baik termasuk dari sisi keuangan sesuai dengan tata kelola perusahaan atau good corporate governance,” ujar Eva saat dihubungi Bisnis pada Jumat (12/7/2024).
Sebagai konteks, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (8/7/2024), Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito menyebut, Whoosh menjadi penyebab di balik membengkaknya kerugian perseroan.
Hal itu mulai dari nilai penyertaan modal dan adanya klaim yang belum terbayarkan sehingga beban yang ditanggung perseroan disebut-sebut mencapai Rp12 triliun.
Baca Juga
“Memang paling besar karena dalam penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung, yang memang dari penyertaannya saja sudah Rp6,1 triliun, kemudian yang masih dispute atau belum dibayar sekitar Rp5,5 triliun sehingga hampir Rp12 triliun,” tutur Agung.
Dengan kondisi tersebut, Agung mengatakan bahwa mau tidak mau perseroan harus melakukan pinjaman melalui obligasi hingga mencapai Rp11 triliun. Hal ini mengakibatkan beban bunga perseroan membengkak, meski sudah melakukan pencadangan kerugian.
Ditemui terpisah, Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya menjelaskan bahwa Rp5 triliun yang disebutkan Agung Budi Waskito merupakan nilai klaim atas pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung Whoosh.
“Ada nilai klaim kami senilai Rp5 triliun sekian yang tadi disampaikan Pak Dirut [Direktur Utama WIKA], itu settlement yang sekarang sedang dibicarakan dengan KCIC,” tutur Mahendra saat ditemui Bisnis di Jakarta, pekan lalu.
Untuk diketahui, KCIC merupakan perusahaan patungan yang didirikan oleh konsorsium Indonesia, yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan kepemilikan 60% saham, sementara konsorsium China menggenggam sisanya.
Kepemilikan PSBI terdiri atas perusahan-perusahaan pelat merah, yakni PT Kereta Api Indonesia (KAI), Wijaya Karya, PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR), dan PT Perkebunan Nusantara VIII. Adapun, WIKA tercatat memiliki 38% saham PSBI.
Sementara itu, WIKA tercatat membukukan rugi bersih tahun berjalan sebesar Rp7,12 triliun pada 2023. Jumlah tersebut meningkat dari posisi 2022 yang mencapai Rp59,59 miliar. Sedangkan beban lain-lain, meningkat 310,16% menjadi Rp5,4 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan WIKA per akhir Maret 2024, perseroan menjelaskan KSO WIKA-CRIC-CRDCCREC-CRSC mencatat saldo Pekerjaan Dalam Proses Konstruksi (PDPK) atas proyek kereta cepat milik KCIC mencapai Rp5,01 triliun, yang merupakan klaim atas cost overrun per 31 Desember 2023.
Manajemen menyatakan sampai dengan tanggal otorisasi laporan keuangan konsolidasian, klaim tersebut masih dalam proses negosiasi. Dalam laporan keuangan tersebut, WIKA menyatakan bakal melanjutkan upaya klaim melalui arbitrase pihak ketiga.
---------------------------
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.