Bisnis.com, JAKARTA — Defisit kas operasi yang mendera emiten BUMN Karya mencerminkan tekanan likuiditas yang belum mereda. Hal ini mendorong perlunya langkah restrukturisasi sebelum rencana konsolidasi berjalan.
Hingga semester I/2025, empat perusahaan konstruksi pelat merah yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI), dan PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) tercatat menorehkan hasil negatif dari sisi kas bersih aktivitas operasi.
Secara rinci, Waskita membukukan kas operasi negatif sebesar Rp1,26 triliun, kemudian WIKA minus Rp1,05 triliun, ADHI berbalik dari surplus menjadi defisit Rp181,35 miliar, dan PTPP minus Rp305,66 miliar.
Pemerhati BUMN dan Direktur NEXT Indonesia, Herry Gunawan, mengatakan kondisi ini berisiko mengganggu keberlangsungan bisnis konstruksi BUMN. Pasalnya, defisit arus kas memperlihatkan bahwa pemasukan kas dari pelanggan tidak mampu menutupi kebutuhan operasional perusahaan.
“Kalau begitu, harus ditutupi oleh pinjaman atau utang. Kalau tidak diganjal dengan pinjaman, perusahaan jelas tidak bisa beroperasi. Atau setidaknya, perusahaan perlu menjual asetnya yang likuid supaya dapat tetap beroperasi,” pungkas Herry saat dihubungi Bisnis pada Rabu (6/8/2025).
Dampak lain adalah pembayaran vendor dan kreditor berisiko terganggu, sehingga kemungkinan terburuk kewajiban keuangan BUMN Karya macet.
Baca Juga
Hal itu pun tecermin dari realisasi pembayaran vendor pada paruh pertama. Keempat emiten tercatat menggelontorkan dana Rp16,97 triliun, atau turun 39,05% dari periode sebelumnya yang mencapai Rp27,84 triliun.
Meski demikian, Herry memandang defisit kas bukan semata-mata kesalahan internal. Faktor eksternal, seperti keterlambatan pembayaran termin proyek pemerintah turut memberikan tekanan terhadap BUMN Karya.
“ADHI, semisal, masih memiliki piutang lebih dari Rp2 triliun. Artinya, perusahaan ini masih punya potensi pendapatan yang belum tertagih dan sekitar 25% dari piutang itu berasal dari pihak berelasi,” ucapnya.
Menurutnya, apabila piutang dari pihak berelasi, termasuk pemerintah dan BUMN lain bisa segera cair, maka arus kas BUMN Karya akan membaik. Namun, jika piutang berasal dari anak usaha, risiko dinilai semakin besar.
Di sisi lain, rencana konsolidasi oleh Danantara dinilai berpeluang besar untuk menyehatkan kembali keuangan BUMN Karya. Dengan catatan, rencana tersebut sebaiknya didahului dengan upaya restrukturisasi keuangan.
“Sebelum konsolidasi, sebaiknya Danantara melakukan restrukturisasi dulu keuangan BUMN Karya, yang jadi pangkal masalah,” kata Herry.
Restrukturisasi dinilai menjadi prioritas karena masalah utama BUMN Karya terletak pada kesehatan finansial. Untuk itu, perusahaan dengan kondisi paling tertekan disarankan ditangani secara khusus agar mendapatkan solusi.
“Danantara bisa menjadi penyangga kewajiban keuangan BUMN Karya, atau sekadar penjamin. Nantinya, tinggal cari solusi yang paling efektif dan memungkinkan setelah itu baru dikonsolidasikan,” ucapnya.
_______________
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.