Bisnis.com, JAKARTA—Kinerja produk reksa dana syariah milik PT Eastspring Investment Indonesia pada 2018 masih belum dapat melampaui kinerja indeks acuannya.
Bisnis aset manajemen milik Prudential Plc. tersebut pun menyampaikan, suku bunga acuan BI perlu diturunkan supaya pertumbuhan penjualan dan laba perusahaan terdaftar dapat ditingkatkan dan mengerek indeks saham syariah.
Berdasarkan data kinerja reksa dana PT Eastspring Investments Indonesia 2018, produk reksa dana syariah seperti Eastspring Syariah Equity Islamic Asia Pacific USD dan Eastspring Fixed Income Amanah mencatatkan kinerja di bawah indeks acuannya, masing-masing sebesar -4,90% dan 5,18%.
Adapun indeks acuan dari dua produk tersebut adalah Dow Jones Islamic Market Asa/Pacific ex-Japan Index dan BPA Sukuk Bond Indeks&IDR 1 Bulan Deposito Syariah masing-masng berada di level 10,26% dan 8,16%.
CIO Eastspring Indonesia Ari Pitojo menyampaikan, buruknya kinerja indeks reksa dana syariah tersebut disebabkan karena pendorong indeks saham di pasar modal masih datang dari sektor keuangan. Hal ini membuat indeks saham syariah sulit untuk perform melawan IHSG.
Dia mengungkapkan, sektor perbankan menyumbang kontribusi sekitar 29% dari penggerak IHSG sejauh ini. Tak hanya itu, sektor perbankan juga memiliki pertumbuhan laba nan konsisten dibandingkan sektor lainnya.
“Kalau [sektor perbankan] ditarik, IHSG itu labanya jadi turun. Karena syariah itu IHSG minus bank, makanya kalah karena pertumbuhan labanya juga kalah,” katanya dalam acara Market Outlook 2019 yang bertema "Keep Calm and Invest On", di Hotel Mulia Senayan, Jakarta (26/2/2019).
Adapun, kata Ari, indeks saham syariah juga sebenarnya mencerminkan performa ekonomi riil karena investasi syariah dialirkan ke sektor-sektor nonperbankan atau ditempatkan ke industri yang sesuai dengan ketentuan syarat.
Kendati pertumbuhan dari emiten nonperbankan dinilai baik-baik saja, Ari berpendapat kenaikan itu bisa ditingkatkan lagi dengan menurunkan tingkat suku bunga acuan.
Lagipula, tekanan dari kenaikan suku bunga acuan AS pun telah mulai reda dan topangan dari sisi makroekonomi juga memungkinkan untuk menjaga inflasi, sehingga Bank Indonesia dipercaya tidak memiliki alasan lagi untuk terus menaikkan suku bunga.
“Harusnya sektor-sektor riil itu pertumbuhan labanya juga sampai, paling tidak, sama dengan sektor finansial. Pada saat itu, baru ekonomi syariah ini dapat berkembang. atau paling tidak, indeks syariahnya menguat,” imbuhnya.
Adapun, sejauh ini pertumbuhan pendapatan dan penjualan oleh emiten sektoral di sekitar 9% dan pertumbuhan laba di sekitar 12% lebih disebabkan oleh pengembangan biaya yang terjadi akibat efisiensi yang ada di masing-masing industri.
Dengan demikian, untuk saat ini Ari menunjuk aset kelas yang menarik berada di obligasi karena menawarkan return yang cukup besar pada level 8%, sementara pertumbuhan penjualan dari emiten masih berada di kisaran 9%-10%.
Pada kesempatan terpisah, Head of Wealth Management&Client Growth Commonwealth Bank Ivan Jaya menyampaikan bahwa kinerja reksa dana syariah, khususnya dari saham, masih menarik ditopang oleh menguatnya sektor konsumer menjelang Pemilu.
“Kinerja reksa dana syariah belum tentu buruk karena belum tentu saham finansial merupakan performa terbaik di tahun itu. Sekarang yang bagus kan konsumer karena sudah mendekati Pemilu dan masyarakat mulai spending,” tuturnya.