Bisnis.com, JAKARTA – Harga jagung berjangka anjlok setelah Pemerintah Amerika Serikat mengatakan jumlah pasokan jagung domestiknya lebih besar dari perkiraan. Selain itu, komoditas kedelai turut mengalami penurunan tajam.
Per 1 September lalu, Departemen Pertanian AS (USDA) melaporkan bahwa cadangan jagung AS mencapai 2,14 miliar bushel. Sebelumnya, sejumlah analis memprediksikan jumlahnya hanya akan mencapai 2,01 miliar bushel.
Adapun, cadangan kedelai dan gandum juga tercatat melebihi prediksi dari sejumlah analis.
Kepala Ahli Strategi Komoditas Allendale Inc. Rich Nelson menuturkan bahwa laporan dari USDA tersebut jelas membawa sentimen bearish pada seluruh harga komoditas biji-bijian di Chicago.
Hal itu juga akan semakin memperburuk kemerosotan harga yang disebabkan oleh perang dagang antara AS dan China yang membuat permintaan ekspor terus melemah, terutama untuk komoditas kedelai.
“Angka lonjakan pasokan itu menjadi sentimen bearish yang terparah dialami komoditas jagung, menunjukkan bahwa penggunaan sebagai bahan pakan ternak sudah jauh lebih rendah dari yang diekspektasikan sejumlah trader,” ungkap Nelson, dilansir dari Bloomberg, Minggu (30/9/2018).
Pada penutupan perdagangan Jumat (28/9), harga jagung di bursa Chicago Board of Trade (CBOT) mengalami penurunan hingga 8,5 poin atau 2,33% menjadi US$356,25 sen per bushel dan mencatatkan kenaikan harga hingga 1,57% sepanjang 2018.
Kemudian, harga gandum mencatatkan penurunan 4 poin atau 0,78% menjadi US$509 sen per bushel dan masih membukukan kenaikan harga 19,20% sepanjang tahun berjalan.
Selanjutnya, harga kedelai juga terperosok 9,50 poin atau 1,11% menjadi US$845,50 sen per bushel dan mencatatkan penurunan harga hingga 11,16% secara year-to-date (ytd).
Saat ini, petani kedelai di AS tengah menghadapi risiko perpanjangan perang dagang antara dua kekuatan ekonomi dunia. Menurut laporan Bunge Ltd., China telah menerapkan tarif pada komoditas biji-bijian utama asal AS sebagai balasan pada keputusan tarif dari pemerintah Presiden AS Donald Trump.
Hal itu membuat China harus beralih ke sumber kedelai dari negara lain untuk mengganti pasokan dari AS. Dengan demikian, harga kedelai terus turun, hingga saat ini mencatatkan penurunan dalam dua kuartal berturut.