Bisnis.com, JAKARTA— PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) mendapat dukungan pemerintah untuk berkoordinasi dengan para kreditur terkait dengan keberlangsungan usaha PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) alias Sritex.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi SRIL ihwal putusan pailit Pengadilan Niaga Semarang yang sebelumnya diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon. Adapun, sidang putusan kasasi Sritex berlangsung pada Rabu, (18/12/2024).
Direktur Utama BBNI Royke Tumilaar mengatakan perseroannya bakal berdiskusi lebih lanjut dengan pemerintah dan kreditur Sritex lainnya menyusul ditolaknya kasasi pailit raksasa tekstil tersebut.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk pemerintah, manajemen Sritex, dan lembaga lainnya untuk merumuskan langkah-langkah strategis dalam mengkaji going concern Sritex,” kata Royke lewat siaran pers, Jumat (20/12/2024).
Royke mengatakan perseroannya tengah mencari solusi terbaik untuk menyeimbangkan semua pihak, termasuk kreditur lainnya, pemegang saham, karyawan dan masyarakat luas.
”Kami memahami bahwa Sritex adalah salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi,” kata dia.
Baca Juga
Royke berharap melalui kerja sama yang baik antar semua pihak akan dapat mendukung keberlanjutan usaha Sritex termasuk industri tekstil pada umumnya.
BBNI juga sudah membentuk level pencadangan yang cukup untuk mengantisipasi risiko kredit Sritex.
Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan, pihaknya menghormati putusan MA tersebut dan telah melakukan konsolidasi internal. Pihaknya memutuskan untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK).
“Upaya hukum ini kami tempuh, agar kami dapat menjaga keberlangsungan usaha, dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 50.000 karyawan yang telah bekerja bersama-sama kami selama puluhan tahun,” kata Wawan melalui keterangan resminya, Jumat (20/12/2024).
Selama proses pengajuan kasasi ke MA, Wawan menerangkan Sritex telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan usahanya, dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), sebagaimana pesan disampaikan pemerintah.
“Kami berupaya semaksimal mungkin menjaga situasi perusahaan agar tetap kondusif, di tengah berbagai keterbatasan gerak akibat status pailit kami. Upaya kami tidak mudah karena berkejaran dengan waktu, juga keterbatasan sumber daya,” tuturnya.
Sebelumnya, tim kurator SRIL mengidentifikasi total tagihan yang diajukan kreditur kepada raksasa tekstil yang belakangan dinyatakan pailit itu mencapai Rp32,63 triliun.
Tercatat utang tanpa jaminan dari kreditor konkruen diajukan paling besar. Totalnya mencapai Rp24,73 triliun. Sedangkan utang berjaminan alias kreditor separatis mencapai Rp7,2 triliun. Sedangkan sisanya berasal dari kreditor preferen seperti kantor pajak dan karyawan.
Dalam daftar sementara kreditor tanpa jaminan yang dirilis tim kurator per 13 Desember 2024, Citicorp Investment Bank (Singapore) Limited menjadi penagih terbesar dengan klaim sebesar Rp4,43 triliun yang terdiri dari pokok Rp3,47 triliun, bunga Rp950 miliar, dan sisanya denda.
Selanjutnya, ada BBNI yang mengajukan Rp2,99 triliun, terdiri dari pokok Rp2,7 triliun, bunga Rp293 miliar, dan sisanya adalah denda serta penalti. Tagihan tanpa jaminan lainnya berasal dari PT Bank Central Asia (BCA) sebesar Rp1,41 triliun.
Pinjaman jumbo berikutnya diberikan oleh Citibank N.A Jakarta Branch dengan tagihan Rp1,92 triliun dengan pokok utangnya mencapai Rp952 miliar.
Sedangkan utang tanpa jaminan terbesar ke-5 berasal dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank) dengan tagihan yang diajukan Rp1,13 triliun.
Tagihan ini sendiri masih bersifat sementara. Kurator akan melakukan pencocokan utang dengan buku milik perusahaan. Selanjutnya, hakim akan mengesahkan utang yang diakui untuk dibayarkan berdasarkan aset yang dimiliki.
Berikut 15 Pemberi Pinjaman Tanpa Jaminan Terbesar kepada Sritex dan Afiliasinya:
- Citicorp Investment Bank (Singapore) Limited: Rp4,43 triliun
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI): Rp2,99 triliun
- PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA): Rp1,41 triliun
- Citibank N.A. Jakarta Branch: Rp1,92 triliun
- Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI/Indonesia Eximbank): Rp1,13 triliun
- PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI): Rp960,22 miliar
- PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW): Rp868,14 miliar
- PT Bank DBS Indonesia: Rp794,65 miliar
- PT Bank Mizuho Indonesia: Rp692,2 miliar
- State Bank of India, Singapore Branch: Rp679,8 miliar
- PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR): Rp661 miliar
- ASM Connaught House General Partner III Limited: Rp643,91 miliar
- PT Sari Warna Asli Textile Industri: Rp602,26 miliar
- Great Phoenix International Pte Ltd: Rp561,16 miliar
- PT Bank Muamalat Indonesia Tbk: Rp486,76 miliar