Bisnis.com, JAKARTA - Penyusunan regulasi mengenai penjatahan saham saat penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) bagi investor ritel molor. Sampai saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih belum merilis regulasi tersebut.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi mengatakan saat ini otoritas masih mematangkan batasan atau besaran saham yang wajib dimiliki oleh investor ritel saat IPO. Dia memastikan, beleid ini akan segera dirilis dalam waktu dekat.
"Angkanya masih terus kami bahas. Saat ini baru draf awal. Target penyelesaiannya tahun ini," kata dia saat dihubungi, Rabu (4/4/2018).
Penyusunan aturan ini dilakukan sejak tahun lalu. Penyebabnya adalah investor ritel selalu kesulitan untuk mendapatkan jatah saham perusahaan saat melakukan IPO. Investor ritel baru bisa membeli saham tersebut dalam pasar reguler.
Sementara itu, saat di pasar reguler harga saham biasanya telah melonjak cukup tinggi. Dengan kata lain, investor ritel selalu mendapatkan harga yang lebih mahal dalam pembelian saham emiten baru.
Dia menambahkan, secara umum beleid itu nantinya akan mencakup mengenai allotment dalam konteks pengembangan elektronik bookbuilding. Kata dia, proses bookbuilding akan didesain lebih transparan dan mekanistis.
Baca Juga
"Sekaligus meningkatkan peran investor ritel dalam proses IPO tersebut," ujarnya.
Sementara itu, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) berharap dengan adanya aturan ini keterlibatan investor ritel dalam pasar saham akan meningkat. Aturan ini juga diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan investor ritel dalam IPO hingga 30.000 investor.
Hal ini dimungkinkan bila sistem penjatahan, jalur distribusi dan mekanisme alokasi diperbaiki dan dipermudah. Sama dengan OJK, sejauh ini bursa juga tidak memiliki rekomendasi angka tertentu terkait besaran saham yang bisa dibeli oleh investor ritel.
"Kami sebagai pelaksana saja, menunggu peraturan OJK terbit. Kalau ada peraturannya kami siap melaksanakan," kata Direktur Utama BEI Tito Sulistio.
Berdasarkan catatan Bisnis, pada akhir Desember tahun lalu Tito mengatakan bahwa angka idel untuk investor ritel adalah di kisaran 5%-30% dari total saham yang ditawarkan melalui IPO.