Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berikut Faktor yang Membuat Penerbitan DIRE Terhambat

Masih tingginya imbal hasil surat utang pemerintah menjadi alasan sulitnya kalangan pengembang untuk mulai menerbitkan instrumen dana investasi real estat atau DIRE kendati isu pajak bukan lagi kendala.
Karyawati berkomunikasi di dekat monitor pergerakan IHSG, di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (5/12)./JIBI-Nurul Hidayat
Karyawati berkomunikasi di dekat monitor pergerakan IHSG, di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (5/12)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Masih tingginya imbal hasil surat utang pemerintah menjadi alasan sulitnya kalangan pengembang untuk mulai menerbitkan instrumen dana investasi real estat atau DIRE kendati isu pajak bukan lagi kendala.

Tulus Santoso, Direktur Independen Ciputra Development, mengatakan bahwa saat ini belum ada peminat atas instrumen DIRE lantaran imbal hasil yang mampu ditawarkan oleh kalangan developer umumnya tidak banyak berbeda dibandingkan dengan instrumen imbal hasil surat utang negara (SUN).

Kalangan investor domestik masih meminta tingkat return tahunan yang tinggi atas instrumen DIRE, sebab menggunakan acuan imbal hasil SUN yang masih relatif tinggi. Investor meminta imbal hasil yang tinggi atas DIRE sebab instrumen ini dipersepsikan berisiko, sedangkan SUN yang bebas risiko.

Kendati saat ini imbal hasil SUN sudah turun cukup dalam dibandingkan dengan 2016 lalu, tetapi masih relatif tinggi bagi developer untuk mengimbanginya dengan tawaran return DIRE. Saat ini, imbal hasil SUN tenor 10 tahun sudah di level 6,19%.

“Beberapa developer sudah mencoba explore di 8%-9%, tetapi kelihatan belum terlalu diminati. Mungkin kita harus tunggu beberapa waktu sampai bunga [SUN] turun,” katanya, Kamis (25/1/2018).

Dia menilai, kemungkinan instrumen DIRE baru akan diminati bila imbal hasil SUN sudah turun ke level 5%. Bila begitu, investor kemungkinan akan mulai kehilangan minat atas SUN dan mulai beralih mencari instrumen lain yang lebih menguntungkan, kendati sedikit berisiko.

Tulus mengatakan, Ciputra sendiri memiliki minat serius untuk menerbitkan DIRE, apalagi setelah pemerintah memangkas pajak berganda DIRE. Emiten dengan kode saham CTRA ini memiliki cukup banyak properti komersial yang dapat dijadikan aset dasar DIRE.

Per September 2017, kontribusi segmen properti investasi atas total pendapatan CTRA mencapai 28% atau sekitar Rp1,2 triliun. Menurutnya, seluruh proyek komersial CTRA berpotensi untuk menjadi aset dasar DIRE, tetapi tentu perseroan akan melepasnya sesuai permintaan pasar.

Angi Lim, Direktur Bowsprit Asset Management, mengatakan bahwa hingga kini pihaknya masih belum merealisasikan rencana penerbitan DIRE. Namun, dirinya enggan menjelaskan lebih jauh alasan di balik hal itu.

“Masih belum ada sih, kita belum melakukan itu [penerbitan DIRE], kami masih tunggu,” katanya.

Bowsprit Asset Management merupakan perusahaan dari grup Lippo yang bertindak selaku manajer penerbitan DIRE Bowsprit Commercial and Infrastructure. Instrumen ini sudah mulai ditawarkan kepada investor awal 2017 lalu, tetapi mendapat respons yang tidak memuaskan.

Produk DIRE Bowsprit awalnya menyasar dana sebesar Rp2,45 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk mengakuisisi empat aset properti milik Grup Lippo, yakni Berita Satu Plaza dengan nilai akuisisi sebesar Rp393 miliar, Menara Matahari Rp511 miliar, Menara Asia Rp395 miliar, dan Distribution Center Balaraja Rp448 miliar.

Nilai akuisisi keempat aset properti itu di bawah nilai appraisal dengan tingkat diskon sekitar 2% atau senilai Rp47 miliar. Selain itu, dana yang dihimpun lewat DIRE itu akan digunakan untuk mengakuisisi 28,2% saham PT Mitra Wijaya Wisesa pemilik Gedung Life Tower yang terletak di Kuningan, Jakarta Selatan. Nilai akuisisi saham tersebut mencapai Rp691 miliar.

Saat itu, indikasi dividen yield atas DIRE Bowsprit adalah sebesar 8,75% per tahun dari harga IPO dan dibayar setiap tiga bulan. Jadi ada rate premium 1,25% dari yield SUN 10 tahun yang saat itu 7,5%. Namun, hingga akhir masa penawaran umum, minat investor atas instrumen ini minim.

Sementara itu, PT Mandiri Manajemen Investasi berencana merilis DIRE. Saat ini, perseroan tengah melakukan pendalaman untuk mengetahui minat investor terhadap produk alternatif ini. Direktur Pemasaran dan Produk PT Mandiri Manajemen Investasi Endang Astharanti menjelaskan, DIRE merupakan instrumen investasi yang baru sehingga perseroan harus melakukan kajian cukup mendalam sebelum diluncurkan.

Nilai dari produk ini ditaksir sekitar Rp400 miliar-Rp500 miliar. Adapun jenis properti yang akan dimasuki oleh perseroan adalah mall yang berada di luar DKI Jakarta.

Alasannya, harga properti di Jakarta sudah terlalu mahal sehingga potensi kenaikan harganya cukup kecil. Ini berbeda dengan harga properti di daerah yang berharga lebih murah sehingga potensi kenaikannya lebih besar.

"Karena ini baru, jadi harus memberikan imbal hasil yang menarik untuk investor. DIRE ini kamu sudah dalam proses analisis, sekarang masih kami jajaki dari sisi komersialnya," katanya di Jakarta, Kamis (25/1/2018).

Dia menjelaskan, ada dua pertimbangan perusahaan dalam menentukan lokasi untuk produk alternatif ini. Pertama dari sisi rental yield, dan kedua dari sisi potensi kenaikan harga. Untuk kawasan Jakarta, kata dia, potensi rental yield dan kenaikan harga memang cukup menarik.

Namun hal tersebut tidak akan signifikan karena harga awal properti di kawasan ibu kota sudah mahal. Sedangkan di daerah rental yield tidak setinggi di Jakarta, tapi potensi kenaikan lebih besar karena harga pada saat pembelian harganya lebih murah.

"Dari sisi komersialnya yang paling penting. Kalau dihitung yield tidak memenuhi ekspektasi investor mungkin tidak bisa dipaksakan untuk launching," ujarnya.

Hingga kini, baru ada satu DIRE yang diterbitkan di Indonesia, yakni DIRE Ciptadana Properti Ritel yang dikelola PT Ciptadana Asset Management.

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper