Bisnis.com, JAKARTA—PT Inovisi Infracom Tbk meminta kelonggaran kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait keputusan forced delisting yang efektif berlaku per 23 Oktober 2017.
Dalam keterbukaan BEI, Rabu (4/10), direksi emiten berkode INVS mengirimkan dua surat kepada direksi BEI. Surat pertama, direksi mengungkapkan perseroan berharap pihak bursa dapat memberikan kelonggaran waktu bagi pengurus perusahaan unfuk menyelesaikan kewajiban.
Surat atas nama Direktur Inovisi Infracom Pantur Silaban dan Direktur Inovisi Dimass Anugrah Agro Atmaja perseroan akan merealisasikan akuisisi proyek dan proyek internal subsidiary yang seluruhnya merupakan going concern perseroan.
“Sehingga dalam hal ini kepentingan maupun investasi yang telah dilakukan oleh pemegang saham minoritas dan pemegang saham publik dalam perusahaan dapat tetap terjaga dan terlindungi. Mengingat hal itulah yang mendasari seluruh kegiatan yang dilalukan oleh pengurus perusahaan sejak pertama kali diangkat melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada tanggal 7 Maret 2017 lalu,” paparnya dalam surat yang juga ditandatangani oleh Komisaris Utama Boyke G.P Siahaan.
Perseroan pun memberikan tanggapan terkait penyelesaian masalah pajak yang membelit perusahaan yakni akan memberikan laporan auditor untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2015 dan 2016 kepada Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia paling lambat 6 Oktober 2017.
Adapun perusahaan akan memenuhi kewajiban keuangan kepada semua pihak seperti pajak, otoritas, dan bank dengan beberapa alternatif pendanaan. Pertama, mengusahakan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan. Kedua, mendapatkan persetujuan dari otoritas berwenang untuk rencana right issue guna mengakuisisi konsesi jalan tol atau proyek internal subsidiary dari INVS dengan harapan dapat memberikan prospek pendapatan berkelanjutan.
Sementara itu, dalam surat kedua, INVS mengungkapkan keterlambatan penyampaian laporan keuangan dan kewajiban lainnya kepada BEI disebabkan adanya perubahan manajemen perseroan yang berlangsung pada 7 Maret 2017.
“Negosiasi dengan kreditor memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan, sementara manajemen baru bekerja untuk memastikan kelanjutan usaha perseroan yang ada sejalan dengan mencari peluang bisnis baru,” ujar Direksi dalam surat tertulis.
Berdasarkan laporan keuangan singkat perseroan kepada BEI, per 3 Oktober 2017, hutang kepada kreditor sebesar Rp725 miliar dimana Rp195 miliar dan Rp108 miliar merupakan pinjaman bank. Pinjaman lainnya di luar bank sebesar Rp422 miliar termasuk dalam bagian restrukturisasi yang diusulkan menggunakan debt-to-equity-swap.
Seteleh restrukturisasi, hutang kreditur akan menjadi kurang lebih Rp303 miliar dan Rp200 miliar dapat dijamin dengan aset perusahaan yang saat ini sebesar Rp1,3 triliun. Rasio hutang terhadap ekuitas berkisar 0,5.
Di akhir surat, perseroan berharap BEI dapat membatalkan penghapusan pencatatan efek.
“Agar kiranya bursa dapat membatalkan isi yang terkandung di dalam pemberitahuan bursa yaitu penghapusan pencatatan etek (delisting), dan memberikan kesempatan kepada pengurus perseroan untuk dapat menyelesaikan seluruh kewajiban perseroan,” papar direksi.