BISNIS.COM, JAKARTA—Harga saham emerging market merosot ke posisi terendah dalam satu tahun setelah Indeks CSI 300 China melemah akibat kondisi pasar lesu setelah bank sentral negara itu mengisyaratkan akan terus memperketat pertumbuhan kredit.
Sementara itu, keuntungan obligasi mencuat di tengah pelemahan nilai tukar termasuk nilai lira Turki yang anjlok dalam rekor terendah.
Indeks MSCI Emerging Markets terpuruk 1,9% menjadi 883,34 sehingga memperpanjang pelemahan sejak 3 Januari hingga 18%. CSI 300 merosot 6,3% atau terpuruk 22% dari posisi tertinggi tahun ini.
Sementara itu, Shanghai Composite Index ikut terpuruk ke posisi terendah sejak Agustus 2009.
Lira Turki melemah hingga enam hari berturut-turut dan Eurobond 20130 di Rusia melambung ke level tertinggi dalam 18 bulan. Permintaan investor premium atas obligasi AS menanjak ke level tertinggi dalam 11 bulan, according to JPMorgan Chase & Co.
Harga saham China menggiring kemerosotan saham emerging market. Sementara itu People’s Bank of China menyatakan tingkat likuiditas masih wajar dalam sistem keuangan dan mendesak perbankan untuk mengontrol risiko dari ekspansi kredit.
Sementara itu Goldman Sachs Group Inc. Berpendapat kesulitan keuangan tersebut akan mengganggu pertumbuhan.
Kesulitan likuiditas terburuk di China setidaknya dalam satu dekade, akan membuat kekuatan keuangan bank-bank kecil ikut melemah. Pasalnya, bank-bank tersebut sangat bergantung pada pinjaman antarbank sehingga akan menggerogoti margin pinjaman, menurut Moody’s Investors Service.
“Ada banyak informasi soal China dan pertantaannya apakah struktur keuangan masih sekuat seperti yang kita pikir,” ujar Walter ‘Bucky’ Hellwig yang mengelola aset US$17 miliar pada BB&T Wealth Management di Alabama sebagimana dikutip Bloomberg, Selasa (25/6/2013). Kesimpulan dari seluruh informasi itu memberikan tekanan pada emerging market, ujarnya menambahkan.