Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Sektor Saham Kesehatan yang Diburu Konglomerat, Prospek Investasi Jangka Panjang

Saham sektor kesehatan menarik untuk investasi jangka panjang karena defensif dan menguntungkan. Konglomerat seperti Grup Djarum dan Astra memborong saham PT Medikaloka Hermina.
Rumah Sakit Mayapada/ilustrasi
Rumah Sakit Mayapada/ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah analis merekomendasikan saham sektor kesehatan dijadikan sebagai koleksi investasi untuk jangka panjang. Pilihan investasi saham kesehatan karena dinilai defensif namun menguntungkan dalam horison panjang.

Hal ini juga dilakukan sejumlah konglomerat Tanah Air seperti Grup Djarum juga mulai menggarap sektor ini. Bersama Astra International, konglomerasi yang dikendalikan Hartono bersaudara itu memborong saham PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL). Langkah yang melengkapi aksi serupa yang telah dilakukan lebih dahulu sejumlah konglomerat seperti Lippo dengan Siloam (SILO), Tahir melalui Mayapada Hospital (SRAJ), hingga Elang Mahkota melalui PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk. (SMRE).  

Berdasarkan data Bursa Efek, pada perdagangan hari ini, Selasa (19/8/2025) gabungan harga emiten sektor kesehatan (IDXHEALTH) bertengger pada level 1.709,91. Level ini naik 1,41%  secara harian atau setara 17,40% sepanjang tahun berjalan (ytd). 

Sementara itu, sepanjang 2024 IDXHEALTH melesat 5,84%, sedikit lebih rendah dibanding saham properti dan real estate (IDXPROPERTY) yang naik 5,97%.

Namun dalam 5 tahun, IDXHEALTH tumbuh 30,91%, berbeda dengan IDXPROPERTY yang justru terpangkas 40,06%. Pertumbuhan saham kesehatan dalam 5 tahun itu juga mengalahkan pertumbuhan IDXBASIC, IDXINDUST dan IDXTRANS yang masing-masing tumbuh 5,58%, 16,58% dan 13,09%.

Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan saham-saham dari sektor kesehatan menjadi salah satu segmen yang defensif dan cocok untuk investasi jangka panjang.

"Ini berarti membuktikan bahwa sektor kesehatan menjadi salah satu sektor yang terbilang defensif atau tahan banting. Meskipun likuiditas maupun volatilitas bukan yang tertinggi, namun masih bisa diterima oleh investor. Jadi bisa dibilang emiten sektor ini cocok untuk pilihan investasi jangka panjang," kata Ekky kepada Bisnis, Selasa (19/8/2025).

Dari indikator likuiditas, saham kesehatan dalam perdagangan sepanjang 2024 memang mencatatkan frekuensi transaksi salah satu yang terkecil, yaitu 9.209 transaksi. Namun jika dibandingkan dengan indeks sektor transportasi dan logistik yang punya jumlah anggota indeks yang tidak jauh beda, frekuensi transaksinya lebih tinggi, yaitu 9,209 dibanding 7.142.

Sementara jika merujuk pada fundamental emiten kesehatan, Ekky mengatakan bahwa di tengah situasi inflasi medis yang tinggi beberapa subsektor ada yang dirugikan, namun ada juga yang justru mendapatkan berkah.

Bagi emiten asuransi misalnya, inflasi yang tinggi membuat perusahaan asuransi terbebani klaim yang lebih tinggi karena biaya perawatan naik. Akibatnya, margin underwriting tertekan dan bottom line ikut terkikis.

Atau bagi emiten farmasi, kenaikan harga bahan baku obat yang mayoritas masih impor menjadi tantangan besar. Kenaikan tersebut sulit sepenuhnya dibebankan ke konsumen karena keterbatasan daya beli. Alhasil, margin laba dapat tergerus.

Kondisi menguntungkan justru dirasakan emiten rumah sakit. Ekky bilang, biaya obat dan alat kesehatan yang naik imbas inflasi bisa diteruskan ke pasien. Bila hal ini diikuti dengan strategi pergeseran layanan ke segmen privat, maka margin emiten rumah sakit dapat terjaga. Hal itu menurutnya terpotret dari pertumbuhan ASP atau average selling price dan revenue per pasien yang terus meningkat.

"Kalau untuk pilihan, menurut saya saham rumah sakit seperti MIKA dan SILO masih prospektif karena permintaan layanan kesehatan tetap tumbuh dan bauran privat yang lebih menguntungkan," ujarnya.

Ekky merekomendasikan buy untuk SILO dan MIKA, dengan target harga masing-masing Rp2.800-Rp3.000 dan Rp2.900.

Sementara itu, Head of Investment Information Team Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina menilai emiten kesehatan yang bermain di segmen alat pendukung kesehatan juga masih punya prospek menarik.

Martha menyoroti kinerja PT Itama Ranoraya Tbk. (IRRA) yang cukup apik di paruh pertama 2025. Dalam semester I/2025, IRRA membukukan pertumbuhan pendapatan 76,5% YoY menjadi Rp344,41 miliar. Bahkan, laba bersih perusahaan terdongkrak 200% YoY dari Rp8,84 miliar menjadi Rp26,58 miliar.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro