Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Saham Papan Atas Sulit Bangkit Kala IHSG Sudah Kinclong

IHSG mencatat rekor baru, namun saham papan atas di LQ45 masih melemah sejak awal tahun.
Investor mengamati layar pergerakan data saham di Jakarta, Kamis (17/7/2025)./Bisnis/Himawan L Nugraha
Investor mengamati layar pergerakan data saham di Jakarta, Kamis (17/7/2025)./Bisnis/Himawan L Nugraha

Tenaga Investor Ritel

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) David Kurniawan juga menilai penyebab lesunya indeks LQ45 dan saham di papan utama didorong oleh kecenderungan investor ritel yang dominan pasca pandemi Covid-19.

Investor ritel itu dinilai mudah terpengaruh tren media sosial yang cenderung memilih saham-saham dengan potensi keuntungan besar dalam waktu singkat. Saham di papan pengembangan dan akselerasi umumnya lebih murah secara harga nominal, likuiditas lebih tipis, dan mudah digerakkan pun diserbu.

Adapun, pergerakan IHSG mencakup semua saham aktif tanpa menimbang kualitas fundamental. Sementara, saham papan utama dan LQ45 yang sudah besar kapitalisasinya memiliki pergerakan yang cenderung lambat.

"Terdapat sejumlah sentimen yang memengaruhi pergerakan indeks LQ45 dan saham papan utama di antaranya stabilitas suku bunga BI, khususnya jika BI ikut menurunkan suku bunga dalam mendorong kredit dan investasi," kata David kepada Bisnis pada Senin (28/7/2025).

Sentimen positif lainnya adalah kondusivitas geopolitik, terutama perang dagang AS-China dan tensi Rusia-Ukraina. Kemudian, pemulihan konsumsi masyarakat jika inflasi tetap terkendali dan realisasi gaji ASN atau bantuan sosial meningkat.

Sementara itu, terdapat risiko apabila gerak IHSG dan indeks LQ45 atau antar papan masih timpang. Risiko yang terjadi di antaranya reli IHSG bisa menjadi bubble teknikal, tidak disertai perbaikan earning atau fundamental.

"Saham-saham spekulatif rentan profit-taking besar, spread likuiditas tipis, dan cenderung tidak punya penopang kuat saat panic selling atau sharp reversal," ujar David.

Selain itu, investor asing dan institusi besar bisa enggan masuk atau bahkan keluar dari pasar Indonesia karena dinilai tidak mengedepankan value driven.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro