Bisnis.com, JAKARTA — Emiten perkebunan sawit milik TP Rachmat, PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG) membukukan lonjakan laba bersih pada semester I/2025 menjadi Rp1,69 triliun.
Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk TAPG itu melejit 75,36% year-on-year (YoY) dari Rp966,34 miliar pada 6 bulan pertama 2024.
Laba bersih yang tumbuh subur sejalan dengan pendapatan Triputra Agro yang meningkat. Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025, pendapatan TAPG dari kontrak dengan pelanggan tercatat naik 35,13% YoY dari Rp4,07 triliun pada semester I/2024 menjadi Rp5,5 triliun per semester I/2025.
Pendapatan itu bersumber dari penjualan produk kelapa sawit dan turunannya Rp5,49 triliun, serta produk karet dan turunannya Rp13,11 miliar.
Empat perusahaan yang memborong produksi kelapa sawit TAPG dengan nilai jumbo ialah PT Sinar Alam Permai Rp1,45 triliun, PT Kutai Refinery Nusantara Rp1,21 triliun, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) Rp582,33 miliar, dan PT LDC East Indonesia Rp563,69 miliar sepanjang Januari—Juni 2025.
Pada semester I/2025, TAPG mencatat total beban pokok penjualan Rp3,47 triliun, beban penjualan dan pemasaran Rp143,19 miliar, beban umum dan administrasi Rp267,5 miliar, beban keuangan Rp36,96 miliar, serta beban pajak penghasilan Rp344,64 miliar.
Sejalan dengan kenaikan laba bersih, laba per saham TPAG menggemuk dari Rp49 menjadi Rp85.
Sementara itu, total aset yang digenggam TAPG mencapai Rp13,77 triliun per 30 Juni 2025. Pada saat yang sama, total liabilitas perseroan Grup Triputra itu tercatat sebesar Rp2,31 triliun dan total ekuitasnya mencapai Rp11,46 triliun.
Moncernya kinerja TAPG tak terlepas dari memanasnya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Berdasarkan data Bursa Malaysia Derivatives, kontrak berjangka CPO Agustus 2025 menguat 21 ringgit ke 4.217 ringgit Malaysia per ton, Rabu (23/7/2025). Selain itu, kontrak September 2025 juga menguat 32 ringgit ke 4.278 ringgit Malaysia per ton.
Pengamat Pasar Modal Panin Sekuritas Reydi Octa menerangkan, lonjakan tajam harga acuan CPO bakal memberikan sentimen positif terhadap kinerja saham sawit.
“Harga acuan CPO yang melonjak tajam ke level tertinggi sejak Mei 2025, didorong oleh pemangkasan bea impor India. Ini yang menjadi bahan bakar utama kenaikan saham sawit,” katanya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.