Bisnis.com, JAKARTA – Dua perjanjian dagang IEU–CEPA dan penetapan tarif 19% AS terhadap Indonesia, dinilai belum cukup kuat untuk menopang kinerja sektor konsumer siklikal/IDX Consumer Cyclical di sisa 2025.
Investment Analyst Capital Asset Management Martin Aditya menerangkan, sulit untuk sektor consumer cyclical dapat terdongkrak dari perjanjian dagang yang telah diteken Indonesia.
Pasalnya, Martin menyebut, penguatan indeks ini akan sangat dipengaruhi oleh kondisi daya beli masyarakat Indonesia, ketimbang penjualan ekspor.
"Saya kira satu-satunya yang dapat memperbaiki sektor ini, yaitu daya beli masyarakat yang harus dipacu," katanya saat dihubungi, Selasa (22/7/2025).
Meskipun begitu, Martin tidak menampik bahwa sejumlah industri di dalam sektor ini mampu tersengat oleh perjanjian dagang tersebut, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) hingga alas kaki.
Walaupun potensi penguatan terhadap industri tersebut terbuka, tetapi Martin menilai bahwa penguatan tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap kinerja sektoral.
Baca Juga
Pasalnya, melansir data Bursa, sejumlah saham dengan kapitalisasi pasar yang besar di sektor ini antara lain datang dari Grup MNC dan Grup MAP. Selain itu, terdapat saham PT Multistrada Arah Sarana Tbk. (MASA) hingga PT Daya Intiguna Yasa Tbk. (MDIY).
Sehingga, sejumlah saham yang bergerak di sektor industri tekstil dan produk tekstil, sulit menopang kinerja indeks kendati mampu menguat cukup tajam.
"Kalau mengharapkan ekspor saja tidak bisa, karena konsumsi rumah tangga kita juga cukup besar," katanya.
Senada, Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menerangkan, penguatan sektor consumer cyclical belum akan terasa di sisa 2025, meskipun sejumlah perjanjian dagang berpotensi memberikan peluang.
“Alasannya, penetrasi pasar ekspor membutuhkan waktu, biaya, dan kesiapan distribusi yang tidak kecil. Banyak pelaku industri perlu melakukan penyesuaian kapasitas produksi, sertifikasi ekspor, hingga pembangunan jaringan distribusi baru di negara tujuan,” kata Ekky.
Ekky menilai, pada satu sisi, sektor ini masih dibayangi oleh lemahnya daya beli masyarakat dalam negeri. Hal itu berarti, kendati outlook jangka menengah sektor ini positif, tetapi kinerja jangka pendek sektoral masih akan terbatas karena lemahnya daya beli masyarakat.
Walaupun beragam perjanjian mampu mendongkrak kinerja sektoral, tetapi Ekky menilai, proses perbaikan sektor consumer cyclical akan berlangsung bertahap. Alhasil, penguatan sektoral akan sangat bergantung pada konsumsi domestik dan pemanfaatan perjanjian dagang tersebut.
“Meskipun perjanjian dagang seperti IEU CEPA dan penurunan tarif AS membuka peluang ekspor ke pasar Eropa dan Amerika, dampaknya terhadap kinerja sektoral khususnya consumer cyclical kemungkinan belum akan terasa signifikan hingga akhir 2025,” tambahnya.
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.