Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang yen Jepang menguat tipis terhadap dolar AS pada Senin (21/7/2025) saat investor mencermati dampak politik dari kekalahan koalisi Perdana Menteri Shigeru Ishiba dalam pemilu majelis tinggi.
Kontrak berjangka saham Jepang bergerak melemah tipis di tengah kekhawatiran pasar atas masa depan kebijakan pemerintah.
Melansir Bloomberg, yen menguat 0,2% ke level 148,52 terhadap dolar AS pada pukul 11:51 waktu Tokyo. Dengan pasar saham dan obligasi tutup karena libur nasional, pergerakan yen menjadi indikator utama sentimen investor hari ini.
Menjelang pemilu, bahkan hedge fund berorientasi risiko pun menahan diri dari masuk ke pasar Jepang. Dalam pasar derivatif valuta, posisi spekulatif terhadap yen berubah menjadi negatif untuk pertama kalinya sejak Maret, menurut data CFTC.
Kepala Strategi Pasar Aozora Bank Akira Moroga mengatakan sebagian pelaku pasar telah memposisikan diri menghadapi skenario lebih buruk, termasuk kemungkinan pengunduran diri Ishiba.
“Pembalikan posisi tersebut serta kelegaan setelah risiko politik terlewati mendorong penguatan awal yen,” jelasnya.
Baca Juga
Namun, Moroga memperkirakan yen akan bergerak dalam kisaran 145–150 sepanjang pekan ini.
Kekalahan koalisi LDP–Komeito, yang gagal mempertahankan mayoritas di majelis tinggi, menandai kali pertama sejak 1955 seorang pemimpin LDP memerintah tanpa kendali di setidaknya satu kamar legislatif.
Hal ini memperlemah posisi politik Ishiba dan memperbesar ketidakpastian dalam proses legislasi ke depan.
Analis valas National Australia Bank Rodrigo Catril mengatakan kondisi politik yang tak menentu seperti ini biasanya justru memperkuat yen—setidaknya dalam jangka pendek.
“Namun, secara keseluruhan, hasil pemilu ini bukan kabar baik bagi aset-aset Jepang. Kami cenderung mengantisipasi pelemahan yen dalam waktu dekat,” ungkapnya.
Tekanan Tambahan
Pelaku pasar telah waspada selama berminggu-minggu menjelang pemilu, karena kekhawatiran bahwa hasil buruk untuk partai Ishiba dapat membuka jalan bagi stimulus fiskal tambahan seperti pemotongan pajak.
Sentimen inilah yang menekan yen dan mendorong imbal hasil obligasi pemerintah Jepang ke level tertinggi dalam lebih dari 20 tahun.
Analis Bloomberg MLIV Mark Cranfield mengatakan tekanan beli dolar AS masih kuat di Asia meskipun perdagangan valas diperkirakan sepi karena libur di Jepang.
“Kemungkinan pasangan USD/JPY akan kembali menuju 150 dalam waktu dekat,” ungkapnya.
Yen juga mengalami volatilitas tinggi sejak Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif perdagangan pada April lalu.
Ketidakpastian masih belum mereda karena Jepang menghadapi tenggat 1 Agustus untuk menyelesaikan kesepakatan dagang dengan AS guna menghindari lonjakan tarif menjadi 25%.