Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) menjelaskan tahapan dalam proses restrukturisasi dalam rangka penyehatan keuangan perusahaan.
Plh. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Buma Tesdayu mengatakan GIAA akan melakukan restrukturisasi untuk penyehatan keuangan yang telah disetujui Menteri BUMN Erick Thohir dan Presiden Prabowo Subianto.
Rancangan restrukturisasi tersebut telah mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 30 Juni 2025.
"Rencana restrukturisasi dilakukan dalam dua tahap, yakni Pendanaan Awal melalui Shareholder Loan (SHL) dan Setoran Modal," tulis Buma, seperti dikutip dalam keterbukaan informasi, Senin (21/7/2025).
Dia menuturkan dalam tahap SHL, GIAA telah menandatangani Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham dengan PT Danantara Asset Management (DAM) sebagai Kreditur dan PT Citilink Indonesia sebagai Obligor pada 24 Juni 2025.
Selanjutnya, Tahap Setoran Modal, DAM akan dilakukan konversi SHL menjadi ekuitas dan selanjutnya direncanakan penambahan setoran modal kepada GIAA dengan metode penambahan modal yang akan ditentukan kemudian.
Baca Juga
Dalam rangka melindungi hak pemegang saham minoritas, GIAA akan melakukan valuasi oleh Penilai untuk menentukan nilai wajar saham yang akan dikeluarkan dalam proses penambahan modal.
Dalam keterbukaan tersebut, Garuda Indonesia juga akan menyampaikan Laporan Keuangan Semester I/2025 yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Rabu (2/7/2025), prognosa penyehatan Garuda Indonesia dimulai dari persetujuan restrukturisasi dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Senin (30/6/2025). Restrukturisasi penyehatan kinerja mencakup langkah-langkah fundamental dalam penguatan basis struktur dan pengelolaan kinerja keuangan.
“Persetujuan pemegang saham pada RUPSLB hari ini merupakan titik balik bagi Garuda Indonesia dan menjadi landasan utama bagi langkah untuk menjadi maskapai yang sehat, kompetitif, dan berkelas dunia," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani dalam keterangan tertulis pada Senin (30/6/2025).
Restrukturisasi akan fokus pada perbaikan ekuitas, optimalisasi aksi strategis berupa restorasi armada, penambahan alat produksi, penyehatan kinerja usaha anak usaha, hingga akselerasi pemulihan trafik penumpang.
Garuda Indonesia juga akan menerapkan 11 langkah prioritas untuk mentransformasi usahanya. Dari aspek armada dan jaringan misalnya, emiten maskapai penerbangan pelat merah ini menargetkan penambahan armada secara bertahap hingga mencapai sekitar 120 pesawat serta melakukan ekspansi sedikitnya ke 100 rute baru hingga 2029.
Di periode yang sama, GIAA akan menguatkan ekosistem pendukung penerbangan, mendorong kolaborasi seluruh lini usaha, mendorong digitalisasi, dan meningkatkan kualitas pengalaman pengguna jasa.
Restrukturisasi penyehatan kinerja tersebut merupakan bagian dari fase berkesinambungan restrukturisasi penyelamatan kinerja yang telah dilakukan pada 2021 hingga 2023. Saat itu, fokus restrukturisasi tertuju pada penyelamatan melalui pengelolaan kewajiban usaha, restrukturisasi komposisi armada, hingga pengelolaan beban usaha.
Seiring dengan langkah restrukturisasi kali ini, GIAA pun akan mendapatkan dukungan dari Danantara berupa shareholder loan senilai Rp6,65 triliun atau setara dengan US$405 juta. Nilai tersebut menjadi bagian dari total dukungan pembiayaan yang dirancang mencapai US$1 miliar.
Fase awal dukungan dana akan difokuskan pada perawatan dan peningkatan kesiapan operasional armada Garuda Indonesia Group, baik Garuda sebagai full service carrier (FSC) maupun Citilink sebagai low cost carrier (LCC).
Selanjutnya, Danantara dan Garuda akan melanjutkan transformasi dengan menitikberatkan pada optimalisasi kinerja operasional dan finansial sebagai bagian dari agenda jangka panjang menuju maskapai berkelanjutan.
Berdasarkan laporan keuangannya, GIAA masih membukukan rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$76,48 juta per kuartal I/2025. Meskipun, kerugian maskapai penerbangan pelat merah ini menyusut dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$87,03 juta.
Penyusutan kerugian GIAA didorong oleh kinerja pendapatan usaha yang naik 1,62% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$723,56 juta pada kuartal I/2025, dibandingkan US$711,98 juta pada kuartal I/2024.
Realisasi pendapatan usaha GIAA dikontribusikan terbesar dari operasi penerbangan US$668,56 juta. Kemudian, segmen usaha jasa pemeliharaan pesawat menyumbang pendapatan usaha sebesar US$95,36 juta. Lalu, pendapatan dari operasi lain-lain sebesar US$93,7 juta.
GIAA pun masih berkutat dengan ekuitas negatif, di mana liabilitas GIAA melebihi asetnya. Tercatat, aset GIAA mencapai US$6,45 miliar per kuartal I/2025. Sementara, liabilitas GIAA mencapai US$7,88 miliar.