Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah saham, terutama sektor perbankan, akan mendulang untung dari keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas BI Rate dalam pengumumannya pada Rabu (16/7/2025).
Arfian Prasetya A., Economist KISI Asset Management, menyampaikan BI memangkas BI Rate sebesar 25 bps ke level 5,25% menjadi kejutan sekaligus angin segar bagi pasar. Keputusan ini bertentangan dengan mayoritas konsensus yang memperkirakan suku bunga akan tetap mengingat tekanan dari faktor eksternal masih tinggi.
Turunnya BI Rate juga mencakup pemangkasan suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility masing-masing sebesar *25 bps* menjadi 4,5% dan 6,0%.
“Keputusan BI bertentangan dengan konsensus, karena ruang pemangkasan oleh Federal Reserve yang kemungkinan kian mengecil karena inflasi yang meningkat,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (16/7/2025).
Pelaku pasar menyambut positif pemangkasan BI Rate. IHSG hari ini ditutup menguat 0,72% atau 51,52 poin menuju posisi 7.192,01.
Sepanjang hari ini, indeks komposit dibuka pada level 7.182,64 dan sempat menyentuh level tertingginya di 7.216.81. Secara year to date (YtD), IHSG pun naik 1,58%.
Baca Juga
Arfian Prasetya menyampaikan sektor saham yang diuntungkan dengan penurunan BI Rate ialah ang memiliki sensivitas tinggi terhadap suku bunga, seperti perbankan. Terlebih lagi, bagi perbankan yang memiliki Cost of Fund (CoF) yang relatif tinggi dibanding bank lain, contohnya seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN).
Dengan adanya penurunan suku bunga acuan, CoF dapat berkurang sehingga bank-bank tersebut dapat memberikan kredit yang lebih terjangkau. Alhasil, permintaan kredit dapat meningkat dan bisnis dapat semakin bertumbuh, dalam hal ini perbankan diuntungkan, dan ekonomi juga turut terdorong.
Menurutnya ke depan BI kemungkinan hanya akan melakukan satu lagi pemangkasan BI Rate sebesar 25 bps pada kuartal IV/2025. Hal ini berkaitan juga dengan ruang pemangkasan suku bunga The Fed (Fed Fund Rate/ FFR) yang kini kian terbatas.
“The Fed diperkirakan maksimal hanya 2 kali pemangkasan pada semester II/2025, masing-masing 25 bps. Kemungkinan baru dilakukan di September atau bahkan Oktober apabila data inflasi belum ada tanda-tanda perbaikan,” imbuhnya.
Dari sisi pasar obligasi, market sebagian besar telah mengantisipasi pemangkasan BI Rate, yang terlihat pada yield obligasi pemerintah 10 tahun yang telah turun ke level 6,58% pagi hari tadi, atau turun -2,2% MoM.
Suku bunga yang menurun akan menciptakan iklim investasi yang lebih favorable karena biaya pinjaman dapat berkurang. Harapannya, hal ini akan mendorong permintaan kredit sehingga bisnis dapat semakin bertumbuh, pasar tenaga kerja dapat membaik, dan alhasil roda ekonomi bergerak lebih baik.
“Keputusan BI Rate sejalan dengan tujuan BI dalam upaya mendorong ekonomi yang belakangan ini sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan, meliputi PMI manufaktur yang terkontraksi selama 3 bulan berturut-turut dan kepercayaan konsumen yang terus tergerus,” jelas Arfian Prasetya.
Meskipun demikian, masih terdapat risiko tekanan yang dapat muncul karena ekspektasi terhadap pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve kini justru semakin terbatas setelah laporan data inflasi PCE untuk bulan Mei yang meningkat. Dinamika ini berpotensi membuat dolar AS dapat kembali menguat dan menekan rupiah.
TARIF AS
Sisi positifnya, kesepakatan kebijakan Tarif Trump atau Tarif AS sebesar 19%, alih-alih 32%, mendukung keputusan ini karena dengan adanya tarif yang lebih rendah akan dapat mendorong ekspor untuk tumbuh.
Produk-produk Indonesia akan menjadi lebih kompetitif, terutama jika dibandingkan dengan tarif terkini terhadap negara peers seperti Myanmar, Thailand, Malaysia, dan Vietnam, yang masing-masing diberikan tarif sebesar 40%, 36%, 25%, dan 20%.
Secara keseluruhan, sambung Arfian Prasetya, pemangkasan BI Rate hari ini merupakan langkah positif bagi ekonomi domestik. Meskipun demikian, dampaknya terhadap market dalam jangka pendek kemungkinan dimoderasi oleh ekspektasi yang sudah terbentuk dan faktor-faktor global yang cukup dominan.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.