Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wacana Bea Keluar Hantui Emiten Tambang ITMG, ADRO Cs, Siapa Paling Terdampak?

Kebijakan bea keluar fleksibel untuk emas dan batu bara dinilai bisa menurunkan daya saing ekspor dan mempersempit margin keuntungan emiten tambang.
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA)  di Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023). Bisnis/Abdurachman
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pemerintah menerapkan bea keluar fleksibel atas komoditas emas dan batu bara dinilai berisiko menekan daya saing ekspor serta margin keuntungan emiten di sektor pertambangan.

Pemerintah tengah mengkaji pengenaan bea keluar terhadap emas dan batu bara dengan besaran yang fleksibel mengikuti perkembangan harga di pasar.

Artinya, bea keluar bakal dikenakan saat harga dianggap tinggi dengan besaran tertentu, tetapi saat harga kurang mendukung, bea keluar ditangguhkan.

Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata memandang bahwa penerapan skema fleksibel berpotensi membuat harga jual komoditas Indonesia menjadi kurang kompetitif dibandingkan dengan negara pesaing seperti Australia, Afrika Selatan, dan Rusia.

Pasalnya, ketika harga tinggi dan bea keluar berlaku, biaya ekspor akan meningkat sehingga margin menurun. Pembeli pun bisa beralih, terutama untuk pasar yang sensitif terhadap harga seperti India, China dan negara berkembang.

“Daya saing global terancam saat harga sedang tinggi, ketika seharusnya margin ekspor optimal,” ujar Liza saat dihubungi Bisnis, Selasa (15/7/2025).

Sementara itu, saat harga global rendah dan bea keluar dibebaskan, dampaknya diperkirakan cenderung netral. Namun, kondisi harga rendah umumnya disertai dengan permintaan yang melemah di pasar internasional.

Dari sisi pasar modal, kebijakan ini berpotensi memberikan sentimen negatif bagi sejumlah emiten eksportir murni seperti  PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG), PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA), dan PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA).

Keempat emiten tersebut, kata Liza, mengandalkan 70% hingga 100% penjualannya dari pasar ekspor. Alhasil, bea keluar akan menambah beban margin, serta berisiko menurunkan volume ekspor dan laba bersih.

Sebaliknya, emiten dengan orientasi domestik atau hilirisasi seperti PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) dan PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS) dinilai lebih tahan terhadap dampak rencana kebijakan bea keluar.

“BRMS menjual seluruh produknya ke smelter domestik milik sendiri, sehingga dampak bea keluar sangat minim,” pungkas Liza.

Adapun PTBA tercatat memiliki porsi penjualan dalam negeri sebesar 53% pada 2024, sementara 47% sisanya berasal dari ekspor. Dengan begitu, dampak bea keluar terhadap emiten tambang BUMN ini hanya terasa saat harga tinggi.

Dari sisi investor, Liza menyatakan skema fleksibel justru menambah ketidakpastian regulasi. Mengingat mekanisme ini cenderung sulit diprediksi dan meningkatkan volatilitas dalam valuasi.

“Investor mungkin memasukkan ‘regulatory risk premium’ terhadap emiten ekspor yang rawan terkena bea keluar, apalagi jika dasar pengenaan dan waktu pemberlakuan tidak konsisten,” ujar Liza.

Dihubungi terpisah, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta menilai fleksibilitas dalam pengenaan bea keluar sebaiknya dikaji lebih dalam agar bisa disesuaikan dengan kondisi pasar.

Hal itu dikarenakan rata-rata harga jual (average selling price/ASP) sejumlah komoditas tengah mengalami penurunan dalam beberapa kuartal terakhir.

“Emiten-emiten sedang menghadapi penurunan ASP akibat pelemahan harga komoditas dunia. Jadi skema bea keluar yang fleksibel perlu sangat diperhatikan agar tak memperburuk tekanan,” pungkasnya kepada Bisnis.

Meski demikian, tenggat implementasi pada 2026 memberi ruang bagi pelaku usaha untuk bersiap. Dengan persiapan optimal, kebijakan ini justru bisa menjadi katalis untuk memperkuat struktur industri dalam negeri ke depan.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper