Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham Asia tergelincir pada awal pekan ini seiring dengan meningkatnya kekhawatiran investor terhadap potensi aksi balasan Iran atas serangan Amerika Serikat (AS) terhadap fasilitas nuklirnya. Kekhawatiran tersebut turut menambah tekanan terhadap prospek pertumbuhan global dan inflasi.
Melansir Reuters pada Senin (23/6/2025), indeks saham MSCI untuk kawasan Asia Pasifik di luar Jepang terkoreksi 1,0%, sementara indeks saham unggulan China turun 0,2%.
Adapun, indeks Nikkei Jepang melemah 0,6%, meskipun survei menunjukkan aktivitas manufaktur Negeri Sakura kembali tumbuh pada Juni setelah hampir setahun mengalami kontraksi.
Meskipun pergerakan awal pasar masih terkendali dan tidak menunjukkan aksi jual besar-besaran, aset-aset safe haven hanya mencatatkan kenaikan moderat. Harga minyak naik sekitar 2,8%, meski telah turun dari posisi puncak sesi sebelumnya.
Sebagian pelaku pasar berspekulasi bahwa Iran mungkin akan menahan diri setelah ambisi nuklirnya dibatasi, bahkan ada yang berharap perubahan rezim dapat membawa pemerintahan yang lebih moderat.
Charu Chanana, Kepala Strategi Investasi di Saxo mengatakan, pasar tampaknya merespons bukan terhadap eskalasi itu sendiri, tetapi terhadap persepsi bahwa konflik ini justru bisa mengurangi ketidakpastian jangka panjang.
Baca Juga
Namun, dia menambahkan bahwa setiap tanda pembalasan dari Iran atau ancaman terhadap Selat Hormuz bisa dengan cepat mengubah sentimen dan memaksa pasar untuk menyesuaikan ulang penilaian terhadap risiko geopolitik.
Selat Hormuz, yang hanya memiliki lebar sekitar 33 kilometer di titik tersempitnya, merupakan jalur vital bagi sekitar seperempat perdagangan minyak global dan 20% pasokan gas alam cair (LNG) dunia.
Analis JPMorgan juga memperingatkan bahwa dalam sejarahnya, perubahan rezim di kawasan ini biasanya disertai lonjakan harga minyak hingga 76% dan rata-rata kenaikan 30% dalam jangka menengah.
“Gangguan selektif yang menakut-nakuti kapal tanker lebih masuk akal ketimbang menutup Selat Hormuz, mengingat ekspor minyak Iran sendiri juga akan terhenti,” ujar Vivek Dhar, analis komoditas di Commonwealth Bank of Australia.
Dalam skenario gangguan terbatas di Selat Hormuz, Brent diperkirakan bisa melonjak ke level setidaknya US$100 per barel. Goldman Sachs bahkan memperkirakan harga bisa menembus US$110 jika selat itu ditutup total selama satu bulan.
Untuk saat ini, harga minyak Brent tercatat naik 1,8% ke level US$78,42 per barel, sedangkan minyak mentah AS (WTI) menguat 1,9% ke posisi US$75,26. Sementara itu, harga emas justru melemah tipis 0,1% menjadi US$3.363 per ounce.
Sementara itu, pasar saham global masih menunjukkan ketahanan. Kontrak berjangka S&P 500 turun 0,3% dan Nasdaq melemah 0,4%.
Di Eropa, kontrak berjangka Eurostoxx 50 turun 0,4%, FTSE 100 melemah 0,3%, dan DAX Jerman merosot 0,5%. Eropa dan Jepang sangat bergantung pada impor minyak dan LNG, sementara AS merupakan eksportir bersih energi.
Pada pasar mata uang, dolar AS naik 0,3% terhadap yen menjadi 146,50 yen, sementara euro melemah 0,2% ke posisi US$1,1500. Indeks dolar AS menguat tipis ke level 98,958.
Tak tampak pula aksi beli besar-besaran di obligasi pemerintah AS. Imbal hasil (yield) obligasi bertenor 10 tahun justru naik 2 basis poin menjadi 4,395%.
Kontrak berjangka suku bunga The Fed sedikit menurun, mencerminkan kekhawatiran bahwa lonjakan harga minyak yang berkelanjutan dapat meningkatkan tekanan inflasi, terutama di tengah dampak tarif baru yang mulai terasa terhadap harga-harga di AS.
Pasar masih memproyeksikan peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada pertemuan 30 Juli mendatang relatif kecil, meskipun Gubernur The Fed Christopher Waller menyuarakan dukungan untuk pelonggaran moneter pada bulan tersebut.
Sebagian besar pejabat Fed, termasuk Ketua Jerome Powell, bersikap lebih hati-hati, dan pasar lebih yakin peluang pemangkasan suku bunga lebih besar terjadi pada September.
Setidaknya 15 pejabat The Fed dijadwalkan berbicara pekan ini, dan Powell akan menghadapi dua hari sesi tanya jawab dengan anggota parlemen—yang dipastikan akan membahas dampak tarif dan eskalasi konflik Iran.
Ketegangan di Timur Tengah juga akan menjadi salah satu agenda utama dalam pertemuan para pemimpin NATO di Den Haag pekan ini, di mana sebagian besar anggota telah sepakat untuk meningkatkan belanja pertahanan secara signifikan.
Data ekonomi yang ditunggu pekan ini termasuk inflasi inti AS, klaim pengangguran mingguan, serta survei awal aktivitas manufaktur global untuk bulan Juni.