Bisnis.com, JAKARTA - Bursa saham Amerika Serikat terkoreksi sepanjang minggu lalu seiring dengan meningkatnya tensi konflik antara Israel dan Iran dan langkah Amerika Serikat (AS) yang memutuskan untuk turut serta selama akhir pekan kemarin.
Melansir Reuters, Senin (23/6/2025), indeks S&P 500 turun 0,55% sepanjang perdagangan 16-20 Juni 2025, sedangkan indeks Dow Jones Industrial Average turun 0,88% dan Nasdaq turun 0,23% dalam sepekan.
Pada perdagangan Jumat (20/6/2025), indeks ditutup di zona merah setelah laporan bahwa AS tengah mempertimbangkan untuk Ikut serta dalam konflik Iran-Israel. Indeks Dow Jones naik 0,08% ke 42.206,82, S&P 500 melemah 0,22% ke 5.967,84, dan Nasdaq turun 0,51% ke 19.447,41.
Pemerintah Iran menegaskan tidak akan membahas masa depan program nuklirnya selama masih berada di bawah serangan militer Israel, sementara negara-negara Eropa berupaya membujuk Teheran kembali ke meja perundingan.
Gedung Putih pada Kamis (19/6/2025) menyatakan bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan memutuskan dalam dua pekan ke depan apakah Washington akan ikut campur dalam perang udara antara Israel dan Iran. Pernyataan tersebut menambah tekanan terhadap Teheran untuk membuka jalur diplomasi.
“Investor tampak ragu untuk masuk ke pasar saham menjelang akhir pekan, terutama di tengah ketidakpastian geopolitik saat ini,” ujar Rick Meckler, mitra di Cherry Lane Investments, New Vernon, New Jersey.
Baca Juga
Israel menyatakan bahwa serangan yang dilancarkannya bertujuan untuk melemahkan kemampuan Iran dalam mengembangkan senjata nuklir. Setelah satu pekan serangan berlangsung, Israel mengklaim telah menghantam puluhan target militer Iran.
Gerak Wall Street Pekan Ini
Sementara itu, pelaku pasar bersiap menghadapi aksi jual mendadak di bursa saham pada Senin (23/6/2025), setelah serangan AS terhadap Iran pada akhir pekan meningkatkan kekhawatiran atas potensi balasan dan lonjakan harga minyak dunia.
Ketegangan di Timur Tengah kini menjadi fokus utama pelaku pasar, menutupi perhatian terhadap rilis data ekonomi Amerika Serikat pekan ini. Investor tengah mencermati dampak dari keputusan mendadak Presiden Donald Trump yang ikut bergabung dalam kampanye militer Israel terhadap Iran terhadap sentimen pasar, inflasi, dan arah kebijakan suku bunga AS.
Dalam pidato yang disiarkan secara nasional, Trump menyebut serangan tersebut sebagai kesuksesan militer yang spektakuler dan mengklaim fasilitas pengayaan nuklir Iran telah dilenyapkan. Dia juga menegaskan bahwa militer AS siap menargetkan lokasi lain jika Iran tidak segera menyepakati perdamaian.
Iran merespons dengan menyatakan akan menggunakan segala opsi untuk mempertahankan diri, memperingatkan adanya konsekuensi abadi, serta meningkatkan intensitas serangan ke wilayah Israel.
“Sulit membayangkan pasar saham tidak akan bereaksi negatif. Pertanyaannya hanya seberapa dalam koreksinya, tergantung pada reaksi Iran dan apakah harga minyak melonjak,” ujar Steve Sosnick, Kepala Strategi Pasar di Interactive Brokers, Connecticut.
Menurutnya, perhatian investor kini bergeser pada dampak lanjutan seperti stabilitas pasar, inflasi, dan kenaikan harga yang menjalar ke seluruh perekonomian global.
“Tidak ada saham penting secara global yang secara langsung terdampak oleh serangan tadi malam,” imbuhnya.
Konflik Israel-Iran sebelumnya telah memicu lonjakan harga minyak dan meningkatkan kehati-hatian pelaku pasar.
Sejauh ini, pasar minyak telah menyerap dampak dari ketegangan geopolitik, sementara pasar saham relatif stabil. Namun, investor tetap mewaspadai potensi inflasi akibat harga minyak yang tinggi, yang berpotensi menggagalkan rencana pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Pekan lalu, The Fed mempertahankan suku bunga dan memberi sinyal bahwa biaya pinjaman kemungkinan masih akan turun tahun ini. Namun, proyeksi penurunan suku bunga diperkirakan akan lebih lambat dibandingkan ekspektasi pada pertemuan Maret lalu, karena adanya potensi inflasi dari rencana tarif Presiden Trump.
“Pertanyaannya adalah bagaimana harga minyak berdampak pada inflasi—dan itu akan memengaruhi kebijakan moneter serta berapa lama The Fed akan mempertahankan suku bunga yang masih cukup ketat,” kata Sonu Varghese, Ahli Strategi Makro Global di Carson Group.
Meskipun ketegangan di Timur Tengah diperkirakan memicu kepanikan jangka pendek dan mendorong investor ke aset aman seperti dolar AS dan obligasi pemerintah, sebagian pelaku pasar juga melihat potensi meredanya konflik.
Mark Malek, Chief Investment Officer di Siebert Financial menyebut, hal ini justru akan berdampak positif bagi pasar saham. Dia merujuk pada ekspektasi investor sebelumnya yang mengira Trump membutuhkan waktu dua pekan untuk mengambil keputusan, berdasarkan pernyataan Gedung Putih.
“Jadi ini akan memberi kelegaan, apalagi tampaknya hanya berupa satu serangan saja dan bukan indikasi keterlibatan AS dalam konflik yang panjang,” katanya.
Investor juga akan mencermati sejumlah data ekonomi AS pekan ini, termasuk data aktivitas bisnis dan penjualan rumah pada Senin, kepercayaan konsumen pada Selasa, serta Indeks Harga PCE pada Jumat.