Bisnis.com, JAKARTA – BNI Asset Management memperkirakan yield Surat Utang Negara (SUN) bertenor 10 tahun bisa reli menuju 6,4% dari posisi saat ini sekitar 6,74%, apabila kondisi makroekonomi terjaga dan arus modal asing terus masuk.
CIO BNI Asset Management Farash Farich mengatakan sejak awal tahun ini minat investor institusi meningkat ke pasar obligasi di tengah kondisi yield tersebut.
Dia menyebut salah satu penopang yield adalah tren pelonggaran moneter global, seperti yang sudah dilakukan ECB dan RBI, bahkan BI. The Fed juga memberikan sinyal pelonggaran untuk pemangkasan suku bunga pada paruh kedua tahun ini.
"Kebijakan ini mendorong terciptanya liquidity flush ke pasar keuangan global, termasuk pasar negara berkembang seperti Indonesia," kata Farash kepada Bisnis, Kamis (19/6/2025).
Adapun, yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun yang saat ini berada di kisaran 6,74% diperkirakan bisa reli lebih lanjut menuju 6,4% apabila kondisi makroekonomi terjaga dan arus masuk investor asing berlanjut.
Farash juga melihat valuasi SUN saat ini kompetitif terhadap negara-negara peers dengan rating yang sama, sehingga pasar obligasi domestik akan menarik hingga akhir tahun.
Baca Juga
Dengan kondisi tersebut, BNI AM sebagai pengelola reksa dana pun menyukai tenor pendek hingga bell curve yaitu obligasi dengan tenor 5 hingga 10 tahun. Obligasi dengan tenor itu lebih diminati karena ada penurunan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) sekunder dari 5% menjadi 4%, efektif Juni 2025.
Kebijakan yang menjadi bagian dari langkah Bank Indonesia melonggarkan likuiditas perbankan itu diperkirakan menambah likuiditas hingga Rp78,45 triliun.
Belum lagi, ada obligasi seri FR0081 yang jatuh tempo dengan nilai outstanding sekitar Rp142,2 triliun dan jatuh tempo SRBI sekitar Rp134 triliun.
Farash pun melihat dengan posisi pasar yang likuid tersebut, ada potensi perbankan melakukan re investment atau bond replacement terutama di tenor menengah.
"Tren bull steepening yang terjadi di pasar obligasi domestik, di mana yield jangka pendek turun lebih signifikan dibanding jangka panjang, juga mendukung strategi overweight di tenor pendek hingga menengah yang saat ini menawarkan yield optimal dengan risiko durasi yang relatif lebih rendah," terang Farash.