Bisnis.com, JAKARTA — Ketegangan geopolitik di Timur Tengah dinilai membuka peluang bagi investor saham untuk melakukan diversifikasi portofolio ke sektor energi dan logam mulia yang saat ini sedang mengalami kenaikan.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, menilai bahwa saat ini adalah momentum yang tepat bagi investor untuk melakukan rotasi portofolio ke sektor-sektor yang berperan sebagai natural hedge, seperti minyak dan emas.
“Diversifikasi ke emiten berbasis energi dan logam mulia merupakan langkah yang sangat tepat. Kedua sektor ini mampu memberikan perlindungan terhadap risiko eksternal sekaligus peluang pertumbuhan,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (16/6/2025).
Menurut Ekky, ketegangan di Timur Tengah, terutama di wilayah Teluk dan Selat Hormuz yang menjadi jalur distribusi 20% minyak dunia, belum sepenuhnya tercermin dalam harga minyak saat ini.
Dia menyatakan bahwa jika konflik memburuk dan memicu gangguan pasokan, harga minyak diperkirakan bisa menembus US$90–95 per barel dalam jangka pendek.
Kondisi tersebut dinilai akan menguntungkan saham-saham energi, seperti PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) dan PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG) yang saat ini menunjukkan tren teknikal yang positif.
Baca Juga
Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham ENRG masuk dalam jajaran saham top gainers hari ini dengan kenaikan sebesar 18,25% menuju level Rp324 per saham. Adapun, saham MEDC juga meningkat 1,79% menjadi Rp1.425 per saham.
Sementara itu, Ekky menambahkan bahwa emas diperkirakan masih akan menjadi pilihan utama investor global sebagai aset safe haven. Ketidakpastian makroekonomi dan fiskal Amerika Serikat (AS) dinilai memberikan ruang bagi harga emas untuk melanjutkan penguatannya ke level US$3.600 per troy ounce.
Saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) direkomendasikan sebagai bagian dari strategi diversifikasi, bersama dengan PT United Tractors Tbk. (UNTR) yang memiliki eksposur bisnis emas.
“ANTM tetap menjadi pilihan utama, sementara MDKA juga cukup menarik dengan potensi kenaikan ke Rp2.500. Untuk strategi bottom fishing, UNTR bisa jadi pilihan karena memiliki eksposur bisnis emas namun belum banyak dihargai pasar,” ucapnya.
Selain sektor energi dan logam, Ekky juga menyebut sektor batubara dan logistik pelayaran sebagai sektor pendukung yang layak diperhatikan karena berpotensi mendapatkan sentimen positif dari kondisi geopolitik yang memanas.
RISIKO KENAIKAN MINYAK
Di sisi lain, Analis BRI Danareksa Sekuritas Helmy Kristanto mengatakan bahwa lonjakan harga minyak mental global setelah serangan Israel Iran memunculkan kembali risiko reflasi yang bisa melampaui tekanan dari kebijakan tarif.
Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) tercatat melonjak lebih dari 10% dalam sepekan terakhir atau membukukan kenaikan mingguan tertinggi sejak krisis harga negatif pada puncak pandemi Covid-19 Mei 2022.
“Eskalasi ini kembali menyoroti risiko geopolitik, yang sebelumnya sempat mereda di tengah meningkatnya perhatian pada agenda tarif Trump,” ujarnya dalam riset.