Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun hingga amblas 6,12% pada sesi I perdagangan hari ini, Selasa (18/3/2025) dan membuat BEI melakukan trading halt. Analis melihat, kombinasi faktor domestik dan global menjadi biang kerok ambrolnya IHSG hari ini.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisory Ekky Topan mengatakan IHSG mengalami penurunan tajam hingga 5% dalam satu hari, dipicu oleh kombinasi faktor domestik dan global. Dari domestik, rumor tentang kemungkinan Sri Mulyani mundur dari posisi Menteri Keuangan kembali mencuat, meskipun telah dibantah.
"Sri Mulyani dianggap sebagai simbol stabilitas fiskal, sehingga ketidakpastian ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan investor, terutama konglomerat dan investor asing," kata Ekky, Selasa (18/3/2025).
Kemudian, ketidakpastian regulasi & RUU baru menambah ketidakpastian di pasar. Konglomerat yang memiliki hubungan erat dengan kebijakan pemerintah menjadi lebih berhati-hati dalam berinvestasi.
Faktor lainnya adalah penurunan konsumsi lebaran dengan data awal menunjukkan bahwa konsumsi selama Lebaran lebih lemah dari perkiraan. Hal ini menjadi indikasi daya beli masyarakat sedang tertekan, yang berdampak negatif pada prospek ekonomi domestik.
Sentimen lain adalah arus keluar dana asing dan panic selling, dengan investor asing yang masih terus keluar dari pasar saham Indonesia, karena kombinasi faktor domestik dan global.
Baca Juga
Ekky mencermati saham-saham konglomerasi big caps mengalami sell-off besar, yang memicu efek domino dan panic selling di seluruh pasar, termasuk saham LQ45 dan emiten dengan valuasi tinggi.
Fenomena ini diperparah oleh aksi risk-off dari investor lokal, yang memilih menghindari risiko di tengah ketidakpastian regulasi dan ekonomi.
Selain itu, OECD yang baru saja merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke bawah 5% untuk tahun ini juga menambah sentimen negatif terhadap outlook pasar domestik.
Sementara itu, pasar Asia lainnya justru mengalami kenaikan, menunjukkan bahwa tekanan yang terjadi di Indonesia lebih disebabkan oleh faktor domestik.
Ekky menuturkan saat ini, IHSG berada di level 6.100 sebagai support kritis. Jika level ini bertahan hingga akhir pekan, terdapat potensi rebound. Namun, jika menembus ke bawah, maka IHSG bisa turun lebih dalam ke 6.000 atau bahkan 5.800.
"Penurunan tajam ini lebih banyak disebabkan oleh faktor domestik, terutama ketidakpastian politik dan regulasi, keluarnya dana asing, serta aksi panic selling di saham big caps. Pasar masih dalam mode wait and see, dengan fokus pada apakah support 6.100 mampu bertahan atau tidak," tutur Ekky.
Ekky juga mencermati pemulihan jangka pendek mungkin akan terjadi terhadap IHSG, karena penurunan signifikan saat ini efek dari panic selling. Hanya saja, lanjutnya, secara garis besar tren IHSG sendiri masih berada dalam downtrend.
"Jadi tekanan harusnya masih tetap ada. Kami belum tau bottom IHSG berapa, jadi mungkin pasar untuk berbalik arah lagi butuh waktu," tuturnya.
Anomali di Regional
VP Head of Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengatakan pihaknya melihat anjloknya IHSG hari ini menunjukkan anomali jika dibandingkan dengan bursa regional Asia lainnya. Hal ini menunjukkan kekhawatiran investor akan ekonomi Indonesia dan pasar keuangan.
Audi menjelaskan jika melihat risk premium Indonesia saat ini juga tergolong tinggi jika dibandingkan dengan AS. Hal ini seiring dengan credit default swap atau CDS yang meningkat tipis ke 76 bps, per 27 Feb 2025 dan risiko mata uang, seiring depresiasi Rupiah sebesar 0,6% periode Januari-Februari 2025, serta spread SBN dengan UST 10Y melebar sekitar 255 bps dan juga dampak kebijakan global dan dalam negeri.
Dia juga melihat pemangkasan rating saham-saham Indonesia, oleh Morgan Stanley dan Goldman Sachs juga menjadi penyebab pelemahan IHSG. Investor asing seperti Goldman Sachs mengkhawatirkan melebarnya defisit budget di tahun 2025 yang mencapai 2,9% dari PDB yang sebelumnya 2,5%.
Selain itu, Goldman Sachs juga melihat terdapat risiko fiskal pemerintah, seiring dengan realokasi anggaran dan pendirian Danantara, serta ekspansi pembangunan rumah subsidi.
"Kekhawatiran lainnya yaitu dampak dari tensi kebijakan tarif yang dapat berdampak pada nilai rupiah. Bahkan Goldman Sachs memperkirakan rupiah akan memiliki kinerja terburuk di Asia dalam waktu dekat," ucap Audi.
Faktor lain yang menyebabkan penurunan IHSG adalah tekanan jual asing yang masih sangat kuat. Kiwoom Sekuritas mencatat sampai Senin (17/3/2025), investor asing mencatatkan outflow sebesar Rp26,9 triliun.
Kiwoom Sekuritas berpandangan dampak akumulasi sentimen-sentimen tersebut dan didorong dengan rilis defisit APBN, dan penerimaan pajak yang rendah mendorong aksi outflow asing di IHSG dan 'meledak' di hari ini.
"Hal ini seiring dengan saham-saham teknologi yang sebelumnya mengalami kenaikan, cenderung mengalami aksi profit taking. Dari saham big caps, tekanan juga masih berlanjut, khususnya dari big bank yang juga menekan IHSG," tutur Audi.