Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Data Inflasi AS Redam Kekhawatiran Tarif, Wall Street Menguat

Mayoritas indeks Wall Street berakhir di zona hijau setelah data inflasi AS Februari 2025 turun di bawah ekspektasi pasar.
Pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. Bloomberg/Michael Nagle
Pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat (AS) menguat pada Rabu (12/3/2025) setelah data inflasi yang lebih rendah dari perkiraan meredam aksi jual besar-besaran, meski eskalasi perang tarif yang digencarkan Presiden Donald Trump membatasi kenaikan.

Melansir Reuters, Kamis (13/3/2025), indeks S&P 500 ditutp menguat 27,23 poin (0,49%) ke level 5.599,30, sedangkan indeks Nasdaq Composite melonjak 212,36 poin (1,22%) ke 17.648,45. Di sisi lain, indeks Dow Jones turun 82,55 poin (-0,20%) ke 41.350,93.

Data Indeks Harga Konsumen dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan inflasi melambat lebih dari ekspektasi analis, memberikan keyakinan bahwa tekanan harga bergerak ke arah yang diinginkan, sekaligus menjaga harapan bahwa Federal Reserve dapat memangkas suku bunga tahun ini.

CEO AXS Investments Greg Bassuk mengatakan penguatan hari ini didorong oleh data inflasi yang lebih rendah dan aksi beli saat harga saham turun.

"Namun, baik investor di Wall Street maupun masyarakat umum masih mencari arah pasar yang lebih jelas,” ungkapnya.

Bassuk menambahkan bahwa optimisme terhadap inflasi yang mereda dibayangi oleh ketidakpastian akibat konflik perdagangan yang terus berlangsung. Karena itu, volatilitas masih akan mendominasi pasar hingga akhir Maret.

Trump kembali memperkeruh ketegangan dengan memberlakukan tarif 25% untuk baja dan aluminium impor, yang langsung dibalas dengan tarif balasan dari Kanada dan Eropa.

Kekhawatiran pasar meningkat di tengah risiko dampak kebijakan ini terhadap perekonomian. Investor khawatir bahwa eskalasi perang tarif dapat memicu lonjakan harga yang akhirnya menyeret AS, Kanada, dan Meksiko ke jurang resesi.

Goldman Sachs telah memangkas target akhir tahun untuk indeks S&P 500, sementara J.P. Morgan menilai risiko resesi AS semakin meningkat.

Dengan kenaikan hari Rabu, S&P 500 kini masih 8,9% di bawah rekor tertingginya yang dicapai bulan lalu. Pada Senin, indeks acuan ini sempat jatuh di bawah rata-rata pergerakan 200 hari, level teknikal yang dianggap sebagai support utama—untuk pertama kalinya sejak November 2023.

Sementara itu, Nasdaq telah memasuki fase koreksi sejak 6 Maret, setelah turun lebih dari 10% dari rekor tertingginya yang dicapai pada 16 Desember.

Saham teknologi menjadi sektor berkinerja terbaik di S&P 500, sementara sektor barang konsumsi dan kesehatan melemah.

Intel mencatat lonjakan 4,6% setelah laporan bahwa TSMC mengajak Nvidia, AMD, dan Broadcom untuk berinvestasi dalam usaha patungan guna mengoperasikan pabrik chip di AS.

Sebaliknya, PepsiCo anjlok 2,7% setelah analis Jefferies menurunkan rekomendasinya dari "beli" menjadi "hold."

Ketidakpastian lain muncul dari perdebatan sengit di Kongres AS mengenai rancangan anggaran untuk menghindari penutupan pemerintahan, yang semakin membebani pasar.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper