Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Melandai usai Trump Yakinkan Pasar Soal Ekonomi AS

Bursa saham AS memulihkan sebagian pelemahannya meskipun tak mampu keluar dari zona merah setelah Donald Trump menegaskan bahwa ekonomi AS tidak menuju resesi.
Informasi pasar saham di Nasdaq MarketSite di New York, AS, Senin, 5 Agustus 2024. Aksi jual pasar global semakin dalam karena kekhawatiran terhadap resesi ekonomi AS semakin meningkat./Bloomberg-Michael Nagle
Informasi pasar saham di Nasdaq MarketSite di New York, AS, Senin, 5 Agustus 2024. Aksi jual pasar global semakin dalam karena kekhawatiran terhadap resesi ekonomi AS semakin meningkat./Bloomberg-Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat melandai pada perdagangan Selasa (11/3/2025) setelah Presiden Donald Trump menegaskan bahwa ekonomi negaranya tidak menuju resesi, meredakan kekhawatiran Wall Street terhadap dampak perang dagang.

Trump optimistis ekonomi AS akan terus berkembang meski pasar mengalami fluktuasi.

"Pasar akan naik dan turun, tetapi yang terpenting adalah membangun kembali negara ini," ujar Trump di Gedung Putih, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (11/3/2025).

Indeks Dow Jones ditutup melemah 1,14% ke level 41.433,48, indeks S&P  500 turun 0,76% ke level 5.572,07, dan indeks Nasdaq Composite berakhir melemah 0,18% ke 17.436,10.

Pergerakan positif juga terlihat pada ETF senilai US$600 miliar yang melacak indeks S&P 500, yang mengalami kenaikan setelah sesi perdagangan reguler ditutup.

Gedung Putih mengonfirmasi bahwa tarif 25% pada baja dan aluminium tetap berlaku untuk Kanada dan negara lainnya, sementara rencana kenaikan tarif hingga 50% untuk logam dari Kanada akhirnya dibatalkan.

Sebelumnya, indeks utama jatuh ke level terendah sejak September, dengan S&P 500 merosot 9,3% dari level tertingginya sepanjang masa.

Wall Street masih dibayangi kekhawatiran seiring ketidakpastian kebijakan tarif, inflasi yang sulit dikendalikan, serta belum jelasnya arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve.

Sejumlah analis dari JPMorgan Chase & Co. dan RBC Capital Markets mulai menurunkan proyeksi bullish mereka untuk 2025, seiring meningkatnya kekhawatiran bahwa kebijakan tarif Trump dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Neil Dutta dari Renaissance Macro Research menilai kebijakan Trump sejauh ini belum banyak membantu pasar saham AS.

”Ketidakpastian kebijakan memang bisa mengguncang pasar, tetapi belum pernah secara langsung menyebabkan resesi. Akan tetapi, reaksi pasar seputar eskalasi dan de-eskalasi dari Trump masih belum dapat dipastikan,” tambahnya.

Di pasar obligasi, imbal hasil surat utang AS tenor 10 tahun naik enam basis poin menjadi 4,28%, sementara indeks Bloomberg Dollar Spot turun 0,4%.

Lauren Goodwin dari New York Life Investments menegaskan bahwa pasar membutuhkan kejelasan kebijakan agar dapat stabil.

”Dalam kondisi yang tidak menentu, menunggu terlalu lama bisa berarti kehilangan peluang investasi yang berharga,” jelas Goodwin.

Sementara itu, analis dari Citigroup Inc. memangkas rekomendasi saham AS dari overweight menjadi netral, mencerminkan meningkatnya kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi dan tingginya valuasi saham teknologi.

Matt Maley dari Miller Tabak berpendapat bahwa pasar saham AS masih jauh dari peluang beli yang ideal.

”Kondisi pasar saat ini belum cukup murah untuk dianggap sebagai titik beli yang menarik, meskipun tidak berarti pasar akan terus turun lebih dalam,” ungkapnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper