Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Saham BUMN Loyo Jelang Danantara Rilis Pekan Depan

Indeks saham emiten pelat merah atau BUMN masih mencatatkan kinerja yang lesu jelang peluncuran BPI Danantara pekan depan.
Pengunjung beraktivitas di kantor Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Jakarta, Selasa (19/11/2024)./ JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung beraktivitas di kantor Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Jakarta, Selasa (19/11/2024)./ JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Indeks saham emiten pelat merah atau BUMN masih mencatatkan kinerja yang lesu jelang peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sebagai superholding BUMN pekan depan.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks BUMN atau IDX BUMN 20 mencatatkan pelemahan 1,14% ke level 341,14 pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (21/2/2025). 

IDX BUMN 20 pun masih di zona merah, melemah 3,39% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025.

Saham bank pelat merah atau himpunan bank milik negara (Himbara) yang menjadi penopang indeks BUMN pun masih dalam tren lesu. Saham PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) misalnya melemah 1,46% pada perdagangan hari ini. Harga saham BMRI pun turun 10,96% ytd.

Kemudian, harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) melemah 0,51% pada perdagangan hari ini dan turun 4,66% ytd. Lalu, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) melemah 3,59% pada perdagangan akhir pekan ini dan turun 1,15% ytd.

Di sektor lain, PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) mencatatkan pelemahan harga saham 0,75% pada perdagangan akhir pekan ini dan turun 2,21% ytd.

Pelemahan IDX BUMN 20 ini terjadi jelang peluncuran Danantara atau superholding BUMN pada Senin, 24 Februari 2025. Badan ini dibentuk untuk meningkatkan dan mengoptimalkan kekayaan negara melalui investasi strategis.

Presiden RI Prabowo Subianto menyebutkan bahwa Danantara memiliki dana modal kelolaan mencapai US$900 miliar. Sementara, initial funding atau pendanaan awal Danantara diproyeksi mencapai US$20 miliar.

Namun, analis Reliance Sekuritas, Arifin menilai sejauh ini respons pasar terhadap pembentukan Danantara masih cenderung negatif. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian dalam proses finalisasi kebijakan.

"Saat ini, pembentukan Danantara masih dalam tahap perumusan. Salah satu faktor yang menjadi perhatian adalah pernyataan mantan Presiden Joko Widodo yang dikabarkan akan menjadi pengawas Danantara. Selain itu, belum ada kepastian mengenai jajaran pejabat utama Danantara," kata Arifin pada beberapa waktu lalu.

Ketidakjelasan kebijakan struktural dan fiskal juga menjadi faktor yang membuat pelaku pasar masih bersikap wait and see. Namun, Arifin memperkirakan sentimen pasar akan berbalik positif setelah pemerintah memberikan kejelasan lebih lanjut terkait Danantara.

Adapun, untuk IDX BUMN, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer menilai pelemahan pada awal 2025 terjadi dipengaruhi juga oleh kinerja keuangan yang kurang memuaskan dari Himbara, yang menjadi kontributor utama indeks.

Berdasarkan laporan keuangan, BBRI misalnya membukukan laba bersih konsolidasi yang diatribusikan kepada entitas pemilik sebesar Rp60,15 triliun per 2024, hanya tumbuh 0,09% secara tahunan (year on year/yoy).

Lalu, laba bersih BMRI mencapai Rp55,78 triliun per 2024, naik 1,31% yoy. Kemudian, laba bersih BBNI naik 2,65% yoy menjadi Rp21,46 triliun per 2024.

"Pertumbuhan laba yang tipis menunjukkan tekanan dari biaya dana tinggi serta pelambatan pertumbuhan kredit," katanya kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu.

Meski begitu, menurutnya indeks berpotensi rebound jika ada perbaikan fundamental, seperti pemulihan konsumsi, stimulus fiskal, atau kebijakan suku bunga yang lebih akomodatif. Selain itu, indeks bisa rebound apabila ada perbaikan aliran dana asing ke saham-saham perbankan berkapitalisasi besar atau big caps.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta juga menilai ke depan, terdapat peluang penguatan indeks saham pelat merah didorong oleh pemulihan ekonomi hingga penerapan kebijakan moneter longgar.

Selain itu, terdapat dorongan penguatan indeks dari tebaran dividen emiten pelat merah tahun ini. "Ini [tebaran dividen] bisa menjadi sweetener investor," tutur Nafan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper