Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Menanti Kejelasan Sanksi Rusia, Harga Minyak Ditutup Menguat

Harga minyak Brent ditutup menguat 20 sen atau 0,3% ke US$76,04 per barel, sementara minyak mentah WTI AS naik 40 sen atau 0,6% ke $72,25 per barel.
Tangki penyimpanan minyak di Midland, Texas, AS, pada hari Kamis, 3 Oktober 2024./Bloomberg-Anthony Prieto
Tangki penyimpanan minyak di Midland, Texas, AS, pada hari Kamis, 3 Oktober 2024./Bloomberg-Anthony Prieto

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah bertahan di level tertinggi dalam sepekan pada Rabu (19/2/2025), dipicu kekhawatiran gangguan pasokan di Rusia dan AS, sementara pasar mencermati perkembangan sanksi yang sedang dinegosiasikan AS dalam upaya mengakhiri konflik di Ukraina.

Melansir Reuters, Kamis (20/2/2025), harga minyak Brent ditutup menguat 20 sen atau 0,3% ke US$76,04 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 40 sen atau 0,6% ke US$72,25 per barel.

Ini merupakan level penutupan tertinggi sejak 11 Februari 2025 bagi kedua acuan minyak utama.

Analis komoditas BNP Paribas Aldo Spanjer mengatakan ada tiga faktor utama yang menjadi pertimbangan pasar dan penentu arah harga minyak hari ini, Rusia, Iran, dan OPEC.

“Investor masih mencoba memahami dampak sanksi yang diumumkan dibandingkan dengan implementasinya di lapangan,” ungkap Spanjer.

Gangguan pasokan dari Rusia semakin nyata setelah serangan drone terhadap infrastruktur minyak negara itu.

Rusia melaporkan bahwa aliran minyak melalui Konsorsium Pipa Kaspia (CPC) turun 30-40% pada Selasa akibat serangan drone Ukraina terhadap stasiun pemompaan. Jika pengurangan mencapai 30%, berarti sekitar 380.000 barel per hari keluar dari pasokan global, menurut perhitungan Reuters.

Presiden Rusia Vladimir Putin menuding serangan itu mungkin melibatkan koordinasi dengan negara-negara Barat pendukung Ukraina.

Di AS, cuaca dingin ekstrem mengancam produksi minyak, dengan Otoritas Pipa Dakota Utara memperkirakan penurunan hingga 150.000 barel per hari.

Analis pasar IG Tony Sycamore mengatakan spekulasi bahwa OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia dan Kazakhstan, akan menunda rencana peningkatan produksi pada April semakin menguat,

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump kembali melontarkan kritik tajam terhadap Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, menyebutnya sebagai diktator tanpa pemilu dan mendesaknya untuk segera mencapai kesepakatan damai.

Namun, analis Goldman Sachs menilai bahwa bahkan jika kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina tercapai, pencabutan sanksi terhadap Rusia kemungkinan tidak akan berdampak besar terhadap pasokan minyak.

“Kami menilai bahwa produksi minyak Rusia lebih dipengaruhi oleh target produksi OPEC+ sebesar 9 juta barel per hari dibandingkan oleh sanksi saat ini, yang lebih memengaruhi tujuan ekspor daripada volume pengiriman,” tulis Goldman Sachs dalam laporannya.

Di Timur Tengah, Israel dan Hamas dijadwalkan menggelar negosiasi tidak langsung terkait tahap kedua kesepakatan gencatan senjata di Gaza. Jika berhasil, kesepakatan ini dapat menekan harga minyak dengan meredakan risiko gangguan pasokan.

Dari sisi kebijakan, tarif impor yang diumumkan pemerintahan Trump berpotensi menekan harga minyak dengan menaikkan biaya barang konsumsi, memperlambat pertumbuhan ekonomi global, dan menekan permintaan energi. Kekhawatiran terhadap lemahnya permintaan di Eropa dan China juga turut membatasi lonjakan harga.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper