Bisnis.com, JAKARTA — Emiten baja, PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. (JKSW) bakal melaksanakan pembelian kembali (buyback) saham dalam rangka delisting dari Bursa Efek Indonesia.
Direktur Utama Jakarta Kyoei Steel Works Harry Lasmono Hartawan dan Wakil Direktur Utama The Kwen Ie menyampaikan bahwa pembatalan pencatatan atau delisting saham JKSW merujuk pada surat BEI no.S-13393/BEl.PP3t12-2024 tanggal 19 Desember 2024 perihal Pembatalan Pencatatan Efek (Delisting).
Dalam surat terebut, BEI memutuskan untuk melakukan pembatalan pencatatan efek PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. dari BEI efektif pada 21 Juli 2025.
Atas keputusan tersebut, JKSW wajib melakukan pembelian kembali (buyback) terhadap saham publik. Hingga 30 November 2024, jumlah saham JKSW yang dipegang masyarakat mencapai 61.153.000 saham atau setara dengan 40,77%.
“Jadwal pembelian kembali saham akan dimulai pada 30 Januari 2025 hingga 31 Juli 2025 dengan harga pembelian kembali saham sebesar Rp59 per saham,” tulisnya dalam keterbukaan informasi, Jumat (24/1/2025).
Lebih lanjut, Harry dan The menyampaikan tujuan dilakukan pembelian kembali saham dari pemegang saham publik adalah agar jumlah pemegang saham menjadi kurang dari 50 pihak.
JKSW menunjuk Biro Administrasi Efek PT Adimitra Jasa Korpora dalam aksi buyback ini.
Selain JKSW, BEI juga menjatuhkan delisting kepada delapan emiten lain, yaitu PT Mas Murni Indonesia Tbk. (MAMI), PT Forza Land Indonesia Tbk. (FORZ), PT Hanson International Tbk. (MYRX), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), dan PT Cottonindo Ariesta Tbk. (KPAS), PT Steadfast Marine Tbk. (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk. (PRAS), dan PT Nipress Tbk (NIPS).
Keputusan tersebut didasarkan pada terpenuhinya salah satu kondisi sesuai Peraturan Bursa Nomor I-N. Berdasarkan peraturan tersebut, BEI berwenang menghapus pencatatan saham perusahaan tercatat mengalami satu dari dua kondisi.
Pertama, sesuai Ketentuan III.1.3.1, perusahaan tercatat yang menghadapi kondisi atau peristiwa signifikan yang berdampak negatif terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial maupun hukum dapat dikenai delisting.
Hal itu juga berlaku jika perusahaan gagal menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai untuk kembali beroperasi secara normal.
Kedua, sesuai Ketentuan III.1.3.2, perusahaan yang sahamnya mengalami suspensi efek di pasar reguler, pasar tunai, atau di seluruh pasar selama lebih dari 24 bulan berturut-turut, juga berpotensi dikenai delisting oleh BEI.