Bisnis.com, JAKARTA – Manajemen PT Sepatu Bata Tbk. (BATA) mengumumkan bahwa pihak terafiliasi perusahaan, yakni Bata Brand S.A. memutuskan untuk menghapus utang senilai total US$4,86 juta terkait merek dagang dan lisensi.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan BATA Hatta Tutuko menyampaikan bahwa perseroan telah menyetujui perjanjian merek dan lisensi atau TM agreement dengan perusahaan afiliasinya, Bata Brand S.A. pada 7 Januari 2025.
Melalui perjanjian tersebut, Bata Brand S.A bakal menghapus utang BATA senilai US$1,88 juta untuk 2022, lalu US$1,74 juta pada 2023, dan US$1,23 juta untuk 2024.
Alhasil, total utang yang dihapus mencapai Rp4,86 juta. Jika menggunakan kurs Rp16.206 per dolar Amerika Serikat (AS), maka nilai utang itu setara Rp7,88 triliun.
“Tujuan penghapusan utang adalah untuk membantu kinerja keuangan perseroan,” ujarnya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Kamis (9/1/2025).
Hatta menjelaskan langkah ini akan memberikan kontribusi positif terhadap kegiatan operasional, kondisi keuangan, dan kelangsungan usaha BATA. Secara jangka panjang, perjanjian ini juga disebut akan memperkuat posisi keuangan perusahaan.
Sebagaimana diketahui, BATA menelan kerugian sebesar Rp131,27 miliar hingga kuartal III/2024. Kerugian tersebut membengkak lebih dari dua kali lipat atau 151% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, Rp52,33 miliar.
Bengkaknya kerugian Sepatu Bata terjadi seiring penjualan yang menurun 26% year on year (YoY) menjadi Rp363,27 miliar pada periode Januari–September 2024.
Hatta menjelaskan penjualan BATA memang cenderung lesu sejak pandemi Covid-19. Perseroan pun belum mampu memulihkan kondisinya karena masih dibayangi restrukturisasi, penutupan pabrik, dan penghentian pegawai.
“Covid-19 merusak tatanan di BATA yang tadinya profit. Sekarang belum mencapai perbaikan yang diinginkan,” ujarnya dalam public expose pada akhir November 2024.
BATA telah menutup pabrik di Purwakarta pada April 2024. Kemudian, perseroan menyelesaikan proses pemutusan kontrak kerja dan membayar pesangon kepada karyawan yang terkena dampaknya sebesar Rp16,7 miliar hingga Mei 2024.