Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) menjadi yang paling jeblok dibandingkan dengan kinerja pasar saham di negara-negara Asia Tenggara atau Asean lainnya di sepanjang 2024.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG terus mencatatkan pelemahan pada perdagangan jelang tutup tahun. IHSG ditutup turun 0,43% atau 30,69 poin menuju 7.065,75 hingga akhir perdagangan Selasa (24/12/2024).
IHSG pun melemah 1,8% dalam sepekan perdagangan dan terjun 9,16% dalam sebulan perdagangan terakhir. Lalu, IHSG menjadi melemah 2,85% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).
Lesunya IHSG terjadi dipengaruhi oleh sentimen negatif global, yakni terpilihnya Presiden AS Donald Trump pada November 2024. Sejak saat itu, aliran dana asing lari dari pasar saham Indonesia.
Tercatat, nilai jual bersih atau net sell asing di pasar saham Indonesia mencapai Rp4,08 triliun dalam perdagangan pekan lalu atau dari 16 Desember 2024 sampai 20 Desember 2024. Larinya dana asing pekan lalu melanjutkan tren pekan sebelumnya, di mana net sell asing mencapai Rp2,07 triliun.
Alhasil, dalam sebulan perdagangan, tercatat net sell asing di pasar saham sebesar Rp11,1 triliun.
Baca Juga
Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati mengatakan kemenangan Donald Trump dalam kontestasi Pilpres AS memang membuat investor di emerging market, termasuk Indonesia lari ke AS. Kondisi tersebut memengaruhi kinerja lesu IHSG.
"Meskipun, ada ekspektasi [dana asing] bisa masuk lagi. Jadi yang tiga bulan terakhir ini mereka [investor asing] keluar dulu. Nah, yang keluar di tiga bulan belakangan ini, ekspektasi di tahun depan bisa masuk lagi," ujar Ike dalam acara Premuim Talk "Prospek Pasar Modal 2025” pada beberapa waktu lalu.
Dilansir Bloomberg, seiring dengan kemenangan Trump, terjadi penguatan dolar AS serta peningkatan imbal hasil Treasury AS yang mendatangkan malapetaka pada aset pasar di negara berkembang seperti Indonesia. Hal itu terjadi sebab, pasar khawatir kebijakan Trump akan meningkatkan inflasi AS dan memaksa The Fed meredam penurunan suku bunganya.
“Apa yang awalnya menjadi pendorong utama bagi Asean, seperti dolar AS yang lebih rendah karena suku bunga dan inflasi yang lebih rendah, dalam beberapa bulan menjelang pemilihan AS telah berubah menjadi hambatan,” kata Head of Research di Valverde Investment Partners Pte. Niklas Olausson dikutip dari Bloomberg pada beberapa waktu lalu.
Olausson menambahkan, khusus Indonesia saat ini masih kekurangan katalis positif di level makro untuk bisa menarik kembali dana asing tersebut. Dia pun melihat pemerintah baru di Indonesia saat ini masih memerlukan waktu untuk implementasi sejumlah kebijakan.
Adapun, kinerja lesu IHSG membuat pasar saham Indonesia menjadi paling jeblok dibandingkan dengan pasar saham di kawasan Asean. SET Index dari pasar saham Thailand misalnya mengalami penurunan lebih kecil dibandingkan IHSG, yakni 1,5% sepanjang 2024 ke level 1.394,67.
PSEi Index di pasar saham Filipina bahkan telah menguat 1,32% sepanjang 2024 ke level 6.534,91. FTSE Bursa Malaysia KLCI Index juga menguat 10,2% ytd ke level 1.602,99.
Lalu, VN-Index dari Vietnam menguat 11,85% ytd ke level 1.262,76. Straits Times Index STI dari Singapura mencatatkan kinerja pasar saham yang paling kuat di Asia Tenggara, tumbuh 16,33% ytd ke level 3.769,55.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.