Bisnis.com, JAKARTA — Lonjakan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat menyeret imbal hasil obligasi Indonesia dan menyebabkan harga surat utang terus turun. Di tengah tren ini, bagaimana prospek reksa dana berbasis obligasi negara?
Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Freddy Tedja menjelaskan, kenaikan imbal hasil atau yield obligasi pemerintah Amerika Serikat alias US Treasury disebabkan kekhawatiran meningkatnya inflasi dan suku bunga akibat pemulihan ekonomi.
Dia menuturkan, proses vaksinasi yang berjalan lancar di AS dan pengesahan stimulus ekonomi senilai US$1,9 triliun mendorong ekspektasi pemulihan ekonomi akan lebih cepat terjadi.
Adapun, pemulihan ekonomi diikuti juga oleh kenaikan inflasi dan suku bunga, dan pada akhirnya akan mendorong kenaikan imbal hasil obligasi. US Treasury sendiri menjadi kiblat bagi obligasi negara-negara lainnya.
“Imbal hasil obligasi dunia juga meningkat, tidak terkecuali imbal hasil obligasi Indonesia,” ujar Freddy dalam publikasinya, yang dikutip Bisnis, Minggu (21/3/2021)
Akan tetapi, tambah Freddy, ekspektasi atas pemulihan tersebut belum memperhitungkan kondisi- lain, seperti tingkat pengangguran yang masih sangat tinggi yang membuat inflasi sulit untuk naik secara konsisten dan kebijakan bank sentral yang tetap mempertahankan suku bunga rendah.
Baca Juga
“Artinya masih sangat mungkin volatilitas imbal hasil obligasi dunia kembali reda,” jelas dia.
Sementara itu, obligasi Indonesia pun tidak terhindar dari kenaikan yield. Akan tetapi di tengah kenaikan imbal hasil yang terjadi sepanjang tahun berjalan ini, imbal hasil riil (real yield) obligasi Indonesia masih menjadi salah satu yang paling tinggi di kawasan.
“Ini sangat menarik terutama dilihat oleh investor asing di negara maju,” imbuh Freddy.
Menurutnya, gabungan kondisi inflasi yang rendah, imbal hasil dan suku bunga riil yang menjadi salah satu tertinggi di dunia, likuiditas domestik yang melimpah, dan potensi meningkatnya arus dana asing di tengah kepemilikan yang sudah rendah menjadi faktor pendukung pasar obligasi Indonesia di tahun 2021 ini.
Alhasil, dengan kondisi tersebut ditambah dengan perbaikan fundamental Indonesia dan potensi ekonomi Indonesia sedang menuju ke dalam tahap jalur pemulihan, Freddy menilai saat ini menjadi momen bagi investor untuk mendiversifikasikan dana ke reksa dana pendapatan tetap.
Di tengah tren suku bunga dunia yang tetap rendah, obligasi dapat menjadi pilihan untuk mengoptimalkan dana yang dimiliki dengan eksposur risiko yang lebih rendah dibandingkan investasi saham.
“Memang diperkirakan tahun 2021 ini imbal hasil investasi obligasi tidak akan sespektakuler tahun 2020. Namun potensi hasil dan peluang di pasar obligasi masih menarik bagi investor yang ingin meminimalkan risiko dan volatilitas,” kata Freddy.
Dia memaparkan, reksa dana pendapatan tetap merupakan instrumen investasi, yang di dalamnya terdiri dari efek-efek obligasi. Sebuah produk reksa dana pendapatan tetap berisi banyak obligasi sekaligus, dengan berbagai jenis, baik yang diterbitkan oleh pemerintah maupun swasta.
Pun, seperti diketahui, manajer investasi memiliki sejumlah variasi produk reksa dana pendapatan tetap. Ada produk yang mengkhususkan sebagian besar portofolionya ke obligasi korporasi, ada juga yang fokus pada obligasi pemerintah.
“Dengan isi yang berbeda-beda, tentu saja masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, baik dari sisi risiko maupun potensi imbal hasil. Sebagai investor, Anda sendiri yang bisa memilih mana yang paling sesuai untuk Anda,” tutupnya.