Bisnis.com,JAKARTA — Catatan kinerja keuangan berbeda dibukukan oleh dua anggota Holding BUMN Farmasi PT Indofarma Tbk. dan PT Kimia Farma Tbk. pada semester I/2020.
Laju saham Indofarma dan Kimia Farma sempat mencuri perhatian jelang akhir semester I/2020. Pergerakan harga keduanya meroket setelah kabar Induk Holding BUMN Farmasi, PT Bio Farma (Persero), yang akan melakukan uji coba vaksin Covid-19 tahap ketiga.
Emiten berkode saham INAF dan KAEF itu akan menjadi distributor apabila vaksin telah diproduksi dengan komposisi pembagian 50:50. Kabar itu pun langsung mendapat respons positif dari pelaku pasar.
Saking kencangnya laju kenaikan, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan pengelompokan saham INAF dan KAEF ke dalam kategori unusual market activity (UMA). Setelah itu, laju saham mulai melambat bahkan sempat jatuh hingga menyentuh level auto reject bawah (ARB).
Lewat keterbukaan informasi di laman BEI Senin (3/8/2020), INAF mengumumkan capaian kinerja semester I/2020. Hasilnya, perseroan masih harus membukukan rugi bersih meski jumlahnya menyusut dari periode yang sama tahun lalu.
INAF mengantongi pertumbuhan penjualan bersih 21,27 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp447,29 miliar pada semester I/2020. Kontribusi obat ethical atau resep masih menjadi yang terbesar senilai Rp254,54 miliar.
Baca Juga
INAF membukukan laba usaha Rp16,31 miliar pada semester I/2020 atau berbalik dari rugi Rp8,41 miliar. Sayangnya, perseroan masih harus mengeluarkan beban keuangan Rp18,69 miliar per 30 Juni 2020 yang berasal dari bunga pinjaman dan beban provisi.
Dengan demikian, INAF harus membukukan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp4,66 miliar semester I/2020. Nilai itu menyusut dari Rp24,35 miliar periode yang sama tahun lalu.
Sebelumnya, Direktur Keuangan Indofarma Herry Triyatno mengatakan pesanan untuk alkes perseroan meningkat tajam sepanjang semester I/2020. Pemesanan itu datang dari perusahaan swasta dan BUMN.
Herry mengungkapkan perseroan masih akan meluncurkan tujuh produk alkes pada akhir Juli 2020. Pengembangan itu memanfaatkan fasilitas yang telah dimiliki perseroan. Dia menargetkan perseroan dapat mengantongi pendapatan Rp1,645 triliun akhir 2020. Dari situ, bottom line atau laba bersih diperkirakan mencapai Rp30 miliar.
“Bottom line itu sekitar Rp30 miliar tetapi belum final,” jelasnya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Sementara itu, KAEF melaporkan penjualan Rp4,68 triliun pada semester I/2020. Pencapaian itu naik 3,6 persen dari Rp4,52 triliun periode semester I/2019. Dari situ, KAEF membukukan laba bersih Rp48,57 miliar semester I/2020. Realisasi itu naik 1,7 persen dari Rp47,75 miliar periode yang sama tahun lalu.
Manajemen KAEF mengungkapkan sejumlah upaya dilakukan untuk mencetak laba pada 2020. Sederet strategi yang ditempuh yakni melakukan transformasi ritel, optimalisasi supply chain, meningkatkan keberagaman produk dan portofolio melalui aliansi strategis, manufacturing excellence dan digital initiative, serta stabilisasi dan realisasi sinergi dari akuisisi.
KAEF mengalokasikan belanja modal Rp547 miliar pada 2020. Serapan atau realisasi mencapai 54 persen dari target hingga akhir Juni 2020.