Bisnis.com, JAKARTA — Meski dibayangi tekanan dari penguatan greenback dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS), harga emas dunia masih mampu bertahan di level tinggi menjelang penutupan pekan pertama Juli 2025.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot menguat 0,33% ke level US$3.337,15 per troy ounce pada Jumat (4/7/2025). Adapun, harga emas berjangka Comex di AS untuk Agustus 2025 juga menguat 0,11% menuju US$3.346,50 per troy ounce.
Analis PT Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha menilai peluang kenaikan harga emas masih terbuka, terutama jika tren bullish yang terbentuk saat ini mampu bertahan hingga pekan depan.
Menurutnya, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun yang naik 5 basis poin ke 4,33% bersama dengan kenaikan imbal hasil riil menjadi 2,03% menjadi faktor utama yang menekan harga emas.
“Investor kini lebih tertarik pada instrumen dengan imbal hasil pasti ketimbang logam mulia,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Sabtu (5/7/2025).
Di sisi lain, penguatan indeks dolar AS (DXY) sebesar 0,34% ke level 97,10 turut memberikan tekanan tambahan terhadap harga emas. Alhasil, kuatnya dolar AS cenderung menurunkan daya beli investor global terhadap emas yang dibanderol dalam mata uang tersebut.
Baca Juga
Dari sisi fundamental, Andy menyampaikan bahwa rilis data tenaga kerja Negeri Paman Sam terbaru telah memberikan dukungan bagi ekspektasi bank sentral.
Data Nonfarm Payrolls (NFP) periode Juni yang dirilis Bureau of Labor Statistics menunjukkan penambahan 147.000 lapangan kerja atau melampaui ekspektasi konsensus sebesar 110.000. Adapun, tingkat pengangguran turun menjadi 4,1% dari sebelumnya 4,2%.
Data tersebut, kata Andy, memperkuat pandangan The Fed untuk tetap berhati-hati. Presiden Federal Reserve Atlanta, Raphael Bostic, sebelumnya menegaskan bahwa keputusan suku bunga akan bergantung pada perkembangan data ekonomi selanjutnya.
Di luar indikator ekonomi, dinamika politik juga turut menjadi perhatian. Usulan paket fiskal yang digagas Presiden AS Donald Trump kini dibahas di parlemen. Risiko defisit anggaran dan stabilitas makro ke depan menjadi salah satu faktor yang bisa memicu volatilitas lebih lanjut di pasar emas.
Secara teknikal, Andy menyebutkan bahwa tren bullish pada emas memang masih terjaga, tetapi mulai menunjukkan pelemahan. Berdasarkan analisis candlestick dan indikator Moving Average, harga emas (XAU/USD) dinilai berpotensi mengalami konsolidasi dalam jangka pendek.
“Jika tren naik mampu bertahan, harga emas berpeluang menguji resistance di kisaran US$3.450 per troy ounce pada pekan depan,” ujarnya.
Namun demikian, dia juga mewanti-wanti bahwa penembusan support di level US$3.212 dapat membuka ruang koreksi menuju US$3.133. Dia pun menyarankan pelaku pasar untuk mencermati level-level teknikal itu sebagai dasar strategi trading jangka pendek.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.