Bisnis.com, JAKARTA - Langkah emiten melakukan pembelian kembali (buyback) saham menjadi angin segar yang dapat menahan kontraksi pasar saham. Kendati demikian, potensi rebound masih bergantung pada sentimen virus corona di Indonesia.
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengapresiasi langkah otoritas pasar modal yang memberlakukan buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hal ini dinilai sebagai langkah tepat untuk mengurangi kepanikan pasar.
Kebijakan ini pun juga direspon positif oleh pelaku pasar. Hal tersebut terbukti dari cukup banyaknya emiten-emiten yang merencanakan program buyback setelah peraturan ini dikeluarkan.
Dari data yang dihimpun Bisnis, sudah ada lebih dari 40 emiten yang akan melakukan program buyback. Nilai nominal buyback juga beragam mulai dari Rp6 miliar hingga Rp2 triliun dan melibatkan perusahaan besar seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF), dan lainnya.
Menurut Reza, aksi korporasi ini dinilai dapat menahan laju penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang lebih dalam. Reza menilai langkah ini dapat berdampak baik pada kondisi pasar ke depannya.
Dia melanjutkan program ini dilihat sebagai upaya manajemen perusahaan untuk memperbaiki nilai sahamnya. Di sisi lain, kebijakan ini juga akan memberi persepsi positif kepada pelaku pasar.
Baca Juga
"Bila buyback ini dilakukan dengan cepat dan efektif, kami cukup yakin IHSG dapat ditahan agar tidak jatuh lagi ke level dibawah 4.000 seperti kemarin," katanya saat dihubungi pada Minggu (22/3/2020) di Jakarta.
Meski demikian, langkah ini belum tentu dapat mengerek naik nilai IHSG secara berkelanjutan. Dia mengatakan, nilai pembelian kembali belum sebanding dengan total kapitalisasi pasar (market capitalization) yang hilang selama beberapa waktu.
Kapitalisasi pasar yang raib itu disebabkan oleh kondisi ketidakpastian pasar saat ini yang masih cukup tinggi karena penyebaran virus corona di Indonesia yang kian meluas dan mendorong para pelaku pasar untuk melakukan aksi jual.
Kondisi tersebut pada akhirnya mempengaruhi psikologis pasar yang hingga kini belum pulih sepenuhnya.
"Rebound tidaknya saham dengan program ini benar-benar masih tergantung dengan sentimen wabah virus corona. Apabila pasar masih cenderung panik, kemungkinan tekanan jualnya juga akan naik dan berpotensi membuat IHSG terkontraksi lagi," jelasnya.