Bisnis.com, JAKARTA — Sanksi Amerika Serikat terhadap perusahaan minyak BUMN Venezuela, Petróleos de Venezuela (PDVSA) mulai bereaksi. Kini, -perusahaan-perusahaan kilang minyak AS tidak diizinkan menuntaskan pengiriman minyak mentah Venezuela yang dipesan sebelum sanksi tersebut.
Berdasarkan informasi dari pejabat Departemen Keuangan AS, karg0-kargo yang sebelumnya dikontrak oleh perusahaan kilang minyak AS tidak akan dibebaskan dari aturan baru berupa pemblokiran pembayaran ke PDVSA.
Klarifikasi itu menempatkan perusahaan kilang minyak dalam posisi sulit, karena PDVSA kini menuntut pembayaran di muka sebelum melepaskan kapal tanker menuju AS. Tetapi di bawah sanksi pemerintahan Trump pada 28 Januari lalu, perusahaan-perusahaan AS dilarang melakukan bisnis dengan PDVSA.
Dua kapal yang dikontrak untuk Valero Energy Corp dan satu milik Chevron Corp berlabuh di Venezuela, menunggu pembayaran. Satu kapal tanker yang dipesan oleh Chevron kembali tanpa mendapatkan minyak. Demikian, menurut data pelacakan kapal tanker yang disusun oleh Bloomberg.
Menurut laporan Bloomberg, ekspor minyak mentah Venezuela merosot ke level terendah 10-bulan pada Januari. Minyak yang ditujukan untuk AS merosot 12% dari tahun sebelumnya.
Selama berhari-hari, perusahaan kilang AS telah meminta Departemen Keuangan untuk mengeluarkan klarifikasi tentang sanksi baru ini. Termasuk jaminan pembebasan membayar membayar PDVSA untuk transaksi yang diatur sebelum sanksi.
Baca Juga
Berdasarkan sumber, pejabat sekarang bersikeras bahwa pembayaran untuk kargo yang dipesan tersebut masuk ke akun khusus. Bahkan untuk kesepakatan dengan ketentuan pembayaran sebelum pengenaan sanksi tersebut.
Direktur Pelaksana Rapidan Energy Group Scott Modell mengatakan, langkah tersebut menggambarkan ketidakpastian atas seluk-beluk sanksi sementara pemerintahan Trump. Belum jelas apakah perusahaan kilang AS akan benar-benar dapat membeli minyak mentah Venezuela atau tidak.
"Saya belum mendengar ada seseorang yang pergi dengan ide jernih soal bagaimana mereka akan melanjutkan sanksi dalam beberapa bulan mendatang. Mencari tahu langkah selanjutnya. Pada saat yang sama mengambil napas dan bekerja dengan orang-orang di industri ini untuk menjelaskan apa yang baru saja mereka lakukan,” kata Modell dikutip dari Bloomberg, Selasa (5/2/2019).
Seorang juru bicara Valero tidak menanggapi permintaan terkait persoalan ini. Juru bicara Chevron Braden Reddall mengatakan perusahaan tidak mengomentari masalah pasokan dan perdagangan.
Efek dari sanksi ini dengan segera terasa, ketika kilang Gulf Coast bergegas menemukan pasokan alternatif minyak mentah berat. Sementara itu, perusahaan-perusahaan kilang menghentikan rencana menjual produk minyak bumi ke Venezuela, termasuk pelarut yang digunakan untuk memfasilitasi pengiriman pipa di negara tersebut.
Pada Selasa, dilaporkan, satu kapal tanker bermuatan minyak bumi menuju negara Amerika Latin itu melakukan putar balik di Teluk Meksiko.
Langkah pemerintahan Trump menjatuhkan sanksi pekan lalu dimaksudkan untuk mengurangi dukungan untuk Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
Dilansir dari Reuters, Selasa (5/2/2019), sanksi tersebut bertujuan untuk memblokir kilang-kilang AS membayar ke rekening PDVSA yang dikendalikan oleh Maduro. Akibat sanksi ini, para konsumen minyak PDVSA dari AS diminta untuk menyetor pembayaran ke rekening pihak ketiga. Dana dalam rekening tersebut akan dikontrol oleh ketua kongres Venezuela Juan Guaido, sosok yang diakui sebagai Presiden Venezuela oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan banyak dari Amerika Latin.
Sementara itu, dampak dari sanksi ini membuat harga minyak global bergerak menguat. Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (5/2/2019), pukul 18:11 WIB, harga minyak West Texas Intermediate kontrak Maret 2019 menguat 0,93% atau 0,51 poin menjadi US$55,07 per barel. Penguatan juga terjadi pada harga minyak Brent sebesar 0,59% atau 0,37 poin menjadi US$62,88 per barel.