Bisnis.com, JAKARTA—Pengiriman timah dari Indonesia anjlok ke titik terendah dalam 18 bulan selama Juli pascapenerapan regulasi baru tentang standar kemurnian timah Indonesia.
Menurut Presiden Direktur PT Stanindo Inti Perkasa, M.B. Gunawa, anjloknya ekspor yang terjadi lebih buruk dibandingkan dengan perkiraan pasar.
“Smelter kehabisan pasokan setelah melepasnya ke pasar pada bulan Juni atau tak bisa memenuhi aturan baru yang berlaku,” ujarnya.
Data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan, pada bulan Juli pengiriman timah tercatat turun 42% ke level 6.465,95 ton dari bulan Juni sebesar 11.111,38 ton. Penurunan tersebut adalah yang tertinggi sejak Januari 2012 saat kiriman timah merosot 64%. Sejumlah analis memprediksi, ekspor timah bakal menurun hingga 28%.
Penurunan pasokan bisa memperpanjang reli harga timah mendekati titik terendah dalam setahun. Adapun penjualan bulan Juni melonjak ke level tertinggi sejak Desember 2011 sebelum regulasi kadar kemurnian timah berlaku pada 1 Juli. Melalui peraturan baru tersebut, pemerintah meningkatkan kadar batas minimal timah menjadi 99,9% dari 99,85%.
Harga kontrak timah untuk jangka waktu 3 bulan naik 1,69% ke level US$21.950 per ton di London Metal Exchange pada 15:42 WIB. Pada 5 Juli, timah merosot ke posisi US$18.809. Sepanjang tahun ini, timah tercatat turun 7,5%.
Presiden Direktur PT Timah Sukrisno mengatakan, selama bulan Agustus ekspor timah diperkirakan tetap rendah karena sejumlah smelter menurunkan penjualan mengingat harga yang rendah. Pengiriman timah bulan lalu adalah yang terendah sejak penjualan pada Agustus 2012 yang hanya mencapai 5.645,87 ton.
Data Kementerian Perdagangan menunjukkan, Indonesia mengirimkan timahnya ke 14 negara pada bulan Juli, sekitar 55% timah dikirim ke Singapura sedangkan sisanya dikirim ke sejumlah negara termasuk Taiwan, Malaysia, dan Jepang. Adapun ekspor untuk 7 bulan pertama tahun ini naik 10,55 menjadi 61.477 ton.