Bisnis.com, JAKARTA—Penurunan cadangan devisa (cadev) Bank Indonesia menjadi US$98,1 miliar tak perlu dicemaskan, karena yang terpenting adalah menjaga fundamental ekonomi tetap terjaga dengan baik.
Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk Ryan Kiryanto menjelaskan turunnya cadev di bawah US$100 miliar agar tidak terlalu dikhawatirkan karena yang terpenting adalah menjaga fundamental ekonomi tetap terjaga dengan baik.
"Yang penting adalah BI [Bank Indonesia] harus bisa menjaga kebutuhan dolar AS di sepanjang waktu agar depresiasi rupiah tidak makin liar dan kepercayaan pasar tetap dapat dijaga," ujar Ryan Kiryanto, ekonom Bank BNI, hari ini, Senin (8/7/2013)
Dia menyarankan pemerintah harus menggenjot ekspor habis-habisan dan mengurangi impor barang konsumsi untuk menambah cadangan devisa.
"Pemerintah juga harus melakukan reschedule pembayaran utang luar negeri pemerintah maupun swasta dan menciptakan iklim investasi yang baik agar FDI [investasi asing] masuk serta memberhentikan kredit dalam dolar AS untuk sementara waktu," tegasnya.
Ryan menjelaskan penurunan cadev disebabkan oleh pembayaran bunga utang luar negeri pemerintah, pemenuhan kewajiban BUMN untuk pembayaran impor bahan baku dan intervensi BI untuk meredam atau menahan kejatuhan rupiah lebih dalam lagi.
Di sisi lain, faktor pendukung penurunan cadev karena kinerja ekspor belum bisa membantu menahan kebutuhan dolar AS untuk keperluan impor barang modal dan bahan baku, terbukti neraca perdagangan masih defisit.
"Posisi cadev di angka US$98 miliar masih aman karena bisa memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 5 bulan sampai 4 bulan ke depan," ucapnya.