Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Asia Diproyeksi Menguat Merespons Pidato Dovish Powell di Jackson Hole

Bursa Asia diprediksi menguat setelah pidato dovish Powell di Jackson Hole, yang mengisyaratkan kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada September.
Indeks Kosdaq yang naik terpantau dalam sebuah layar di Korea Exchange (KRX), Seoul, Korea Selatan pada Rabu (4/6/2025). Indeks saham Korea Selatan naik setelah kemenangan Lee Jae-Myung dalam pemilihan presiden Negeri Ginseng. / Bloomberg-SeongJoon Cho
Indeks Kosdaq yang naik terpantau dalam sebuah layar di Korea Exchange (KRX), Seoul, Korea Selatan pada Rabu (4/6/2025). Indeks saham Korea Selatan naik setelah kemenangan Lee Jae-Myung dalam pemilihan presiden Negeri Ginseng. / Bloomberg-SeongJoon Cho
Ringkasan Berita
  • Bursa saham dan mata uang Asia diperkirakan menguat merespons pidato dovish Ketua Federal Reserve Jerome Powell di simposium Jackson Hole, yang mengisyaratkan pemangkasan suku bunga pada September.
  • Pidato Powell menyebabkan lonjakan di bursa saham AS dan kebangkitan mata uang negara berkembang, sementara pasar Asia diproyeksikan menguat dengan fokus pada saham China di tengah tantangan tarif dagang dan krisis properti.
  • Analis memperingatkan potensi risiko harga tinggi dan tanda-tanda awal gelembung di pasar, meskipun optimisme baru memberi dorongan sementara pada sektor teknologi Jepang dan Taiwan.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham dan mata uang Asia diperkirakan menguat pada awal perdagangan Senin (25/8/2025), merespons pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell di simposium Jackson Hole akhir pekan lalu.

Pidato Powell memberi sinyal jelas bahwa pemangkasan suku bunga bisa dilakukan secepatnya pada rapat kebijakan September.

Pada Jumat (22/8), bursa saham AS ditutup melonjak, dengan Dow Jones Industrial Average mencetak rekor penutupan pertama tahun ini. Mata uang negara berkembang pun bangkit dari pelemahan enam hari beruntun, seiring anjloknya dolar AS pasca pernyataan Powell.

Indeks berjangka mengisyaratkan penguatan bursa Asia pada awal perdagangan, menyusul lonjakan 1,5% pada S&P 500 di Wall Street akhir pekan lalu. Kontrak berjangka indeks saham AS bergerak stabil, emas mempertahankan reli sesi sebelumnya, sementara yen melemah tipis 0,1% di awal perdagangan Asia.

Pasar kini memperhitungkan peluang 84% bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga pada pertemuan kebijakan September.

Hal ini menyusul pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell di simposium Jackson Hole, yang mengisyaratkan bank sentral tidak akan menunggu data inflasi sempurna untuk mulai melonggarkan kebijakan, seiring tanda-tanda pelemahan pasar tenaga kerja.

Namun, perdebatan di internal masih berlangsung. Sejumlah pejabat memperingatkan risiko harga tetap tinggi akibat tarif dagang AS, yang menjadi sorotan utama menjelang rilis data inflasi pekan ini.

Analis Vantage Markets Hebe Chen mengatakan pernyataan Powell menjadi semacam perekat di tengah retakan pasar Asia yang rapuh. Meski tidak menjamin kestabilan permanen, dorongan ini paling terasa di sektor teknologi Jepang dan Taiwan yang sensitif terhadap sentimen.

”Bagi investor, optimisme baru ini akan menjaga selera risiko setidaknya hingga 17 September,” ungkapnya.

Di Asia, fokus investor tertuju pada saham China, dengan pertanyaan kunci: seberapa jauh reli pasar masih bisa berlanjut ketika ekonomi dibebani tarif dagang dan krisis properti yang berkepanjangan.

Meski laju kenaikan yang konsisten seolah meredam risiko koreksi mendadak, sejumlah analis memperingatkan tanda-tanda awal terbentuknya gelembung.

Indeks Nasdaq Golden Dragon China melonjak 2,7% pada perdagangan Jumat, sementara kontrak berjangka menunjukkan pembukaan yang lebih kuat bagi saham Hong Kong maupun China daratan.

Senior macro strategist Lombard Odier Ltd Homin Lee mengatakan pasar mungkin berekspektasi, baik secara tepat maupun keliru, bahwa fundamental makroekonomi akan membaik.

“Namun, reli tidak akan bertahan lama jika inflasi tetap mendekati nol dan kemampuan perusahaan untuk menetapkan harga terus tergerus oleh lemahnya permintaan domestik,” ungkapnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro