Bisnis.com, JAKARTA – Emiten produsen minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) tengah menikmati cuan dari kenaikan harga komoditas perkebunan itu tahun ini. Namun, stok melimpah di Malaysia kini membayangi pergerakan harga.
Berdasarkan survei Bloomberg, pasokan CPO di Malaysia saat ini berada di level tertinggi sejak Desember 2023. Persediaan melonjak hampir 10% menjadi 2,23 juta ton pada Juli 2025 dibandingkan bulan sebelumnya.
Kenaikan ini menjadi yang kelima kalinya secara bulanan berturut-turut, berdasarkan median dari 12 estimasi dalam survei terhadap eksekutif perkebunan, pedagang, dan analis.
Sementara itu, harga CPO kontrak berjangka acuan ditutup naik 0,4% menjadi 4.245 ringgit per ton di Kuala Lumpur pada Jumat (1/8/2025). Kenaikan ini menyusul lonjakan harga yang sudah lebih dari 6% sepanjang Juli atau kenaikan bulanan terbesar sejak Februari.
Namun, prospek pasokan yang berlimpah di Malaysia dikombinasikan dengan permintaan lesu dari pembeli luar negeri dapat menekan harga acuan di tengah siklus produksi tinggi.
Adapun, biasanya produksi CPO akan memuncak pada Oktober setiap tahun. Sementara itu, prospek cerah tambahan pembelian oleh India selaku negara importir CPO terbesar menjelang musim perayaan lokal, serta konsumsi biodiesel yang kuat di Indonesia, telah membantu menahan tekanan harga belakangan ini.
Anilkumar Bagani, kepala riset di Sunvin Group yang berbasis di Mumbai, menyebut stok CPO diperkirakan terus meningkat karena lonjakan produksi di Malaysia dan konsumsi domestik yang lebih rendah selama Juli.
"Namun, level di atas 2 juta ton selama musim produksi puncak mungkin tidak terlalu 'membebani harga,' terutama karena pasokan minyak sawit dari Indonesia sedang ketat akibat tingginya rasio pencampuran dengan bahan bakar minyak," katanya, dikutip Bloomberg, Senin (4/8/2025).
Sementara itu, sejumlah besar emiten CPO telah melaporkan hasil kinerja sepanjang semester I/2025. Kinerja emiten-emiten sawit ini juga tercatat meningkat secara operasional.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, produksi CPO tertinggi dicatatkan oleh PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) semester I/2025. AALI membukukan produksi CPO sebesar 601.000 ton semester I/2025, meningkat 14,04% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 527.000 ton.
Emiten CPO dengan produksi terbesar selanjutnya adalah PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG). Emiten afiliasi TP Rachmat ini mencatatkan produksi sebesar 485.913 ton, meningkat 11,99% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 433.894 ton.
Manajemen TAPG memperkirakan produksi tandan buah segar akan terus mengalami kenaikan tahun ini, didukung oleh pohon kelapa sawit perseroan yang memasuki usia produktif optimal, terutama dalam iklim yang mendukung.
“Pertumbuhan ini semakin diperkuat oleh penerapan kemajuan teknologi oleh perusahaan dan fokus kuat pada keunggulan agronomi, termasuk program pemupukan yang dioptimalkan, pertanian presisi, serta mekanisasi bertahap pada aktivitas lapangan utama,” tulis manajemen TAPG dalam buletin investor.
TAPG memperkirakan dapat mempertahankan tren produksi yang meningkat, dengan produksi diproyeksi tumbuh dalam kisaran satu digit pada 2025.
Emiten selanjutnya yang mencetak pertumbuhan produksi CPO secara signifikan adalah PT Sumber Tani Agung Resources Tbk. (STAA). STAA membukukan produksi CPO sebesar 211.830 ton, naik 16,72% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 181.478 ton.
Head of Investor Relations STAA Kevin Wijaya menuturkan seluruh segmen utama perseroan, yaitu CPO, PK, dan CPKO, mencatatkan pertumbuhan yang positif selama paruh pertama 2025.
“Dengan dukungan fasilitas hilir yang baru dan struktur keuangan yang solid, kami optimistis STAA mampu memaksimalkan peluang pasar dan terus menciptakan nilai jangka panjang bagi pemegang saham dan seluruh pemangku kepentingan,” ucap Kevin.
Adapun di tengah peningkatan volume produksi ini, emiten sawit grup Sinar Mas PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk. (SMAR) menjadi satu-satunya emiten yang mencatatkan penurunan produksi CPO.
SMAR membukukan produksi CPO sebesar 246.979 ton, turun 0,52% dibandingkan semester I/2024 sebesar 248.263 ton.
Meski demikian, kinerja keuangan SMAR tercatat masih membukukan kenaikan. SMAR mencetak laba bersih sebesar Rp825,3 miliar, melonjak hingga 94,97% secara tahunan dari Rp423,3 miliar.
Sementara itu, pendapatan SMAR tercatat sebesar Rp42,2 triliun, meningkat 20,54% secara tahunan dari Rp35,8 triliun. Capaian pendapatan ini menjadi yang terbesar di antara emiten-emiten sawit di Bursa.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.