Bisnis.com, JAKARTA —Emiten Grup MIND ID, PT Timah Tbk. (TINS) membukukan penurunan laba bersuh 30,93% secara tahunan menjadi Rp300,07 miliar pada semester I/2025.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025, TINS mengemas pendapatan sebesar Rp4,22 triliun sepanjang paruh pertama tahun ini. Jumlah itu turun 19,0% dari realisasi pendapatan semester I/2024 sebesar Rp5,2 triliun.
Mayoritas pendapatan PT Timah berasal dari penjualan logam timah Rp3,21 triliun sepanjang Januari—Juni 2025. Disusul oleh penjualan tin chemical Rp473,5 miliar, tin solder Rp170,78 miliar, batu bara Rp122,9 miliar, nikel Rp101,98 miliar, real estat Rp78,31 miliar, jasa galangan kapal Rp39,15 miliar, jasa pengangkutan Rp17,83 miliar, dan lainnya Rp588 juta.
Realisasi pendapatan TINS ditopang oleh volume produksi bijih dan logam timah perseroan. Sepanjang semester I/2025, TINS memproduksi bijih timah sebanyak 6.997 ton atau turun 32% year-on-year (YoY) dari 10.279 ton pada 6 bulan pertama 2024.
Sejalan dengan itu, volume produksi logam timah turun 29% YoY menjadi 6.870 ton dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9.675 ton. Pada saat yang sama, penjualan logam timah turun 28% YoY menjadi 5.983 ton pada semester I/2025 dibanding 8.299 ton pada semester I/2024.
Pada semester I/2025, TINS mencatat penjualan logam timah domestik sebesar 8% dan ekspor logam timah sebesar 92% dengan enam besar negara tujuan ekspor, meliputi Jepang 20%, Korea Selatan 19%, Singapura 16%, Belanda 10%, Italia 5%, dan India 4%.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Timah Fina Eliani mengatakan penurunan produksi bijih timah disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya belum optimalnya aktivitas penambangan baik di darat maupun di laut, terdampak cuaca angin utara dan angin tenggara, kondisi cadangan tidak menerus (spotted), dan masih terjadinya aktivitas penambangan ilegal.
“Perseroan terus berupaya mengoptimalkan volume produksi melalui peningkatan sumber daya dan cadangan, penambahan armada produksi dan jumlah tambang, pengamanan wilayah Izin Usaha Pertambangan, serta transformasi proses bisnis agar dapat mencapai target sebagaimana yang telah ditetapkan perseroan.“ ujar Fina, dalam keterangan resmi, Jumat (1/8/2025).
Di sisi harga, TINS mencatat harga jual rata-rata logam timah sebesar US$32.816 per ton pada semester I/2025 atau naik 8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$30.397 per ton.
Harga rata-rata logam timah Cash Settlement Price LME di semester I/2025 sebesar US$32.115,77 per ton, naik 9,6% dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya sebesar US$29.229,16 per ton. Ke depan, proyeksi harga timah versi Bloomberg di kisaran US$29.000—US$34.000 per ton.
Sejalan dengan itu, TINS membukukan laba usaha sebesar Rp380 miliar pada semester I/2025 atau lebih rendah dari Rp687 miliar semester I/2024. TINS mencatat EBITDA sebesar Rp838 miliar atau lebih rendah 31% YoY dari sebesar Rp1,21 triliun.
“Perseroan membukukan laba bersih pada semester I/2025 sebesar Rp300,07 miliar atau 93% dari target yang sudah ditentukan perseroan yaitu Rp322,64 miliar.”
Meski demikian, laba bersih TINS pada 6 bulan pertama 2025 merosot 30,93% YoY dari Rp434,46 miliar pada semester I/2024.
Nilai aset perseroan pada semester I/2025 turun 4% menjadi Rp12,33 triliun dari Rp12,80 triliun pada akhir tahun 2024. Sementara itu, posisi liabilitas TINS sebesar Rp5,03 triliun dan total ekuitasnya sebesar Rp7,29 triliun.
Perseroan menetapkan sasaran pokok tahun 2025 yaitu produksi bijih timah sebesar 21.500 ton Sn, produksi logam timah sebesar 21.545 ton, dan penjualan logam timah sebesar 19.065 ton.