Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Ditutup Menguat Usai Gencatan Senjata di Timur Tengah dan Sinyal Hati-Hati The Fed

Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat lebih dari 1% pada Selasa (24/6/2025) waktu setempat.
Pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. / Bloomberg-Michael Nagle
Pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. / Bloomberg-Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA — Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat lebih dari 1% pada Selasa (24/6/2025) waktu setempat, seiring dengan meredanya ketegangan geopolitik setelah pengumuman gencatan senjata antara Israel dan Iran serta pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell yang dinilai menahan sikap dovish.

Berdasarkan data Reuters pada Rabu (25/6/2025), indeks S&P 500 naik 67,34 poin atau 1,12% ke level 6.092,51, Nasdaq Composite naik 283,62 poin atau 1,45% ke 19.914,59, sementara Dow Jones Industrial Average menguat 510,19 poin atau 1,20% ke 43.091,97.

Ketiga indeks utama Wall Street mencatat penguatan untuk sesi kedua berturut-turut, menyusul serangan rudal AS terhadap fasilitas pengayaan uranium Iran. Indeks S&P 500 juga mendekati rekor penutupan tertingginya yang tercatat pada 19 Februari lalu.

Presiden AS Donald Trump mengumumkan gencatan senjata pada Senin malam waktu setempat, meskipun laporan menyebut Israel kemungkinan melanggar kesepakatan tersebut. Kendati demikian, pelaku pasar tetap menyambut baik sinyal deeskalasi konflik di Timur Tengah.

“Pasar saham seperti dilepaskan dari kandangnya. Gencatan senjata ini menjadi pemicu reli saham. Investor bertaruh bahwa ketenangan di Timur Tengah akan mendukung saham, meskipun menekan harga obligasi dan minyak," ujar Greg Bassuk, CEO AXS Investments di New York. 

Harga minyak mentah turun akibat meredanya kekhawatiran pasokan, yang turut menyeret saham sektor energi ke zona merah.

Sementara itu, dalam kesaksiannya di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR AS, Jerome Powell menegaskan bahwa The Fed belum terburu-buru untuk memangkas suku bunga dan akan menunggu hingga dampak kenaikan tarif terhadap perekonomian lebih jelas terlihat.

“Kami dalam posisi yang baik untuk menunggu dan melihat arah ekonomi sebelum mempertimbangkan penyesuaian kebijakan moneter,” kata Powell.

Pasar kini memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga The Fed pada pertemuan Juli sebesar lebih dari 20%, dan hampir 70% peluang bahwa penurunan pertama akan dilakukan pada September.

Dari sisi ekonomi, data menunjukkan kepercayaan konsumen AS turun pada bulan ini. Optimisme terhadap pasar kerja jatuh ke level terendah sejak Maret 2021.

“Penurunan kepercayaan konsumen memperkuat prospek pemangkasan suku bunga tahun ini,” tambah Bassuk.

Departemen Perdagangan AS dijadwalkan merilis revisi final PDB kuartal I/2025 pada Kamis, serta laporan indeks pengeluaran konsumsi pribadi (PCE)—indikator inflasi pilihan The Fed—pada Jumat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper