Bisnis.com, JAKARTA— Di tengah hiruk pikuk negosiasi tarif dagang Donald Trump, Indorama Group besutan konglomerat Sri Prakash Lohia disebut bakal berinvestasi jumbo di Amerika Serikat.
Kabar rencana investasi Indorama Group di AS diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditemui Bisnis di Prancis, Selasa (15/7/2025). Menurut Airlangga, Indorama Corporation bakal berinvestasi dalam pengembangan blue ammonia di AS.
Sebagai informasi, blue ammonia merupakan amonia yang diproduksi dengan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) untuk mengurangi emisi karbondioksida selama proses produksinya.
Blue ammonia memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai bahan bakar bersih, baik untuk pembangkit listrik maupun transportasi, serta sebagai bahan baku dalam industri.
Airlangga menuturkan upaya itu sebagai bagian dari negosiasi tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump kepada Indonesia sebesar 32% yang kemudian turun menjadi 19%.
"Kita ada investasi untuk blue ammonia oleh Indorama,” kata Airlangga di Prancis, Selasa (15/7/2025).
Dia menyebut Indorama sebagai perusahaan global yang bergerak di berbagai bidang industri, terutama dalam produksi serat, benang, dan produk kimia, serta sudah berdiri sejak 1975.
"Indorama mulai dari Purwakarta 50 tahun yang lalu," ujarnya.
Kendati demikian, Airlangga tidak memerinci berapa nilai investasi yang bakal ditanamkan perusahaan tersebut di AS.
Rencana investasi Indorama Group di AS dikonfirmasi oleh juru bicaranya. Proyek blue ammonia itu diestimasi menelan investasi hingga US$2 miliar.
“Itu bukan dari INDR [PT Indo-Rama Synthetics Tbk.], tetapi dari induk perusahaan Indorama Group,” kata juru bicara Indorama ketika dihubungi Bisnis.
Juru bicara tesebut menyampaikan bahwa Indorama merupakan perusahaan yang dirintis oleh Sri Prakash Lohia di Indonesia sejak 1975. Indonesia menjadi titik mula berkembangnya Indorama Group menjadi perusahaan lintas negara yang kini genap berusia 50 tahun.
Hijrah dari India, Sri Prakash Lohia dan mendiang ayahnya mendirikan PT Indo-Rama Synthetics pada 1975. Latar belakang pendidikan Sri Prakash Lohia ialah lulusan Bachelor of Commerce dari University of Delhi, India.
Dalam 5 dekade terakhir, Indorama Grup terus berekspansi di bawah kepemimpinan Sri Prakash Lohia. Dia pun sudah sejak lama menyandang status kewarganegaraan WNI.
Indorama merintis usaha dengan mendirikan pabrik pemintalan benang di Indonesia pada 1976. Indorama memulai produksi sarung tangan sekali pakai pada 1989, pabrik polyester fiber pada 1991, dan pabrik PET di Indonesia pada 1995.
Di Indonesia, Indorama Corporation membawahi dua perusahaan, yaitu PT Indo-Rama Synthetics Tbk. (INDR) dan PT Medisafe Technologies.
Ekspansi Indorama ke Mancanegara
Ekspansi ke mancanegara yang dilakukan Indorama dimulai pada 1998. Saat itu, Indorama membangun pabrik modern textile spinning di Turki.
Selanjutnya, Indorama terus melebarkan sayap di negara lain. Indorama membangun pabrik upstream petchem untuk produksi PTA di Thailand pada 2004, akuisisi perusahaan olefin di Nigeria pada 2006, mendirikan unit produksi spun yarn di Usbekistan pada 2011, dan memulai produksi spandex di India dan mengakuisisi YTY Industry Holdings Sdn. Bhd. di Malaysia pada 2012.
Tak berhenti di situ, Indorama melakukan akuisisi ICS (produsen pupuk fosfat terintegrasi) di Senegal pada 2014, memulai produksi amonia dan urea di Nigeria pada 2016, serta mengakuisisi perusahaan pupuk fosfat di India pada 2018.
Rekam jejak Indorama juga tercatat telah memulai panen kapas pertama di Usbekistan pada 2019, memulai produksi pupuk di Usbekistan pada 2020, mengakuisisi Adufértil (sebuah unit produksi pupuk) di Brasil pada 2021, mengakuisisi Indo-Gulf fertilizers di India dan mengakuisisi Adfert di Brasil pada 2022, serta mengakuisisi JSC FerganaAzot di Usbekistan, TAK-Agro di Nigeria, dan Rustavi Azot di Georgia pada 2023.
Perjalanan panjang selama 50 tahun mengembangkan Indorama Group membawa Sri Prakash Lohia masuk jajaran crazy rich Indonesia. Forbes menempatkan Sri Prakash Lohia sebagai orang terkaya nomor 6 di Indonesia pada 2024 dengan estimasi nilai kekayaan sebesar US$8,6 miliar atau setara dengan Rp140,07 triliun (asumsi kurs Jisdor BI Rp16.288 per dolar AS).(Maria Y Benyamin)