Bisnis.com, JAKARTA — Harga Bitcoin terperosok di bawah ambang US$100.000 untuk pertama kalinya sejak Mei, dipicu oleh eskalasi konflik geopolitik menyusul serangan militer Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir utama milik Iran.
Situasi tersebut memicu gelombang penghindaran risiko di pasar aset digital sepanjang akhir pekan, di tengah kekhawatiran investor terhadap potensi perluasan konflik.
Melansir Bloomberg, Senin (23/6/2025), harga Bitcoin merosot 3,8% ke level US$98.904. Sementara itu, Ether—aset kripto terbesar kedua setelah Bitcoin—mengalami tekanan lebih dalam, anjlok 10% hingga menyentuh US$2.157, level intraday terendah sejak 8 Mei.
Caroline Mauron, Co-Founder Orbit Markets, penyedia likuiditas derivatif kripto, menyatakan bahwa pelaku pasar tengah mencermati dengan saksama dinamika geopolitik yang berkembang cepat.
“Fokus pasar kemungkinan akan kembali tertuju ke harga minyak begitu perdagangan tradisional dibuka kembali,” tambahnya.
Koreksi tajam pasar kripto ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump secara terbuka mengonfirmasi bahwa militer Amerika telah menggempur tiga situs nuklir strategis Iran: Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Baca Juga
Trump secara khusus menyoroti bahwa bom dijatuhkan di Fordow, salah satu pusat pengayaan uranium paling sensitif yang selama ini menjadi sorotan dunia internasional karena kaitannya dengan potensi pengembangan senjata nuklir.
“Ketidakpastian soal serangan militer terhadap Iran sudah menekan pasar sejak pertengahan pekan lalu dan berlanjut hingga akhir pekan,” ujar Cosmo Jiang, General Partner di Pantera Capital Management.
Data dari platform Coinglass menunjukkan bahwa total likuidasi posisi kripto dalam 24 jam terakhir mencapai lebih dari US$1 miliar. Dari jumlah itu, sekitar US$915 juta merupakan posisi beli (long) dan US$109 juta posisi jual (short) yang terpaksa dilikuidasi.
Kendati demikian, Jiang menekankan bahwa dalam banyak kasus ketegangan geopolitik, Bitcoin justru kerap menjadi instrumen utama yang memimpin pemulihan pasar aset digital.