Bisnis.com, JAKARTA — Rencana Bursa Efek Indonesia atau BEI dalam membuka kode broker dinilai sebagai langkah yang positif.
Dampaknya pun dinilai akan jauh lebih signifikan dengan pembukaan informasi domisili investor guna meningkatkan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) di pasar modal Indonesia.
Guru Besar Keuangan & Pasar Modal UI, Budi Frensidy menyoroti rendahnya RNTH pada tahun ini lebih banyak disebabkan oleh kondisi pasar yang cenderung melemah atau bearish. Menurutnya, jika pasar berubah menjadi bullish, transaksi harian pun pastinya akan meningkat
"Pembukaan kode broker akan mampu meningkatkan RNTH dan akan lebih besar lagi diikuti dengan pembukaan domisili,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip Jumat (20/6/2025).
Namun demikian, peningkatan jumlah investor ritel yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir belum serta-merta mendorong lonjakan transaksi harian. Pasalnya, dana kelolaan dari investor baru ini masih tergolong kecil.
“Tambahan investor yang relatif banyak tidak banyak efeknya jika dana kelolaannya masih kecil,” imbuhnya.
Baca Juga
Dalam kondisi pasar saham yang dinamis saat ini, dia berpendapat Indonesia dapat meniru praktik dari bursa-bursa besar dunia dengan peran market maker atau liquidity provider sangat sentral dalam menjaga likuiditas pasar.
Pengamat pasar modal Teguh Hidayat juga merespons positif kebijakan BEI untuk membuka kembali kode broker dan domisili data transaksi lokal serta asing dalam meningkatkan nilai transaksi di pasar saham.
Pasalnya selama ini dengan penutupan kode broker dan informasi domisili investor justru memukul kalangan trader aktif yang selama ini menyumbang besar pada volume transaksi harian. Mereka menjadi kehilangan alat analisis dan membuat pasar saham menjadi makin sepi.
“BEI ini selama beberapa tahun terakhir banyak eksperimen. Tapi kenyataannya semua yang dilakukan itu ternyata malah bikin pasar saham jadi sepi. Ya sudah berarti jangan dilakukan lagi. Balik lagi saja ke kebijakan-kebijakan yang dulu, yang tidak aneh-aneh seperti sekarang,” ujarnya.
Sisi lain sebagai solusi jangka panjang, ia menekankan pentingnya peningkatan kinerja fundamental perusahaan-perusahaan publik, pembagian dividen yang lebih menarik, serta perbaikan kondisi ekonomi secara umum.
“Jadi yang harus diperbaiki juga sebenarnya kinerja perusahaan, kinerja emiten. Dividen yang dibayarkan ke investor harus lebih besar, tetapi agar kinerja perusahaan-perusahaan lebih bagus ya berarti ekonominya juga harus bagus,” imbuhnya.
Hal itu perlu dilakukan sembari memperbaiki pentingnya perlindungan investor yang menurutnya belum optimal di Indonesia.
“Kalau di Wall Street, ketika perusahaan bangkrut, aset dilikuidasi dan hasilnya dibagikan ke investor. Jadi meskipun mungkin investor tetap rugi. Tapi duitnya ga habis sama sekali. Masih ada sebagian yang balik. Di sini, kalau perusahaan bangkrut, investor kehilangan segalanya tanpa ada pengembalian sama sekali,” tegasnya.